Iklan

August 29, 2019, 20:26 WIB
Last Updated 2019-09-12T22:22:03Z
Dinamika

Tole Menari di Pematang Gersang



Ilustrasi.(ist)

Kulit tua hitam dan legam duduk terpaku. Biarkan mentari yang masih malu – malu leluasa menjamah tubuh petani tua. Area persawahan yang kering kerontang terhampar didepan mata, dengan cangkul disamping, Tole pasrah saksikan lahan garapannya gagal panen.

Tanah seluas 30 X 30 meter tersebut, yang biasa digarap dengan cara konvensional  mulai dari tebar benih, tanam, perawatan, pemupukan dan ditumbuhi tanaman padi sehingga memanjakan mata dengan warna hijau menguning, kini kering dan terpecah – pecah berwarna coklat keputih – putihan dan tak satupun rumput tumbuh ikut menumpang. 

Biasanya, lelaki 52 Tahun ini telah bermain lumpur. Karena lokasi garapannya berkadar air jenuh,  banyak kandungan airnya, sehingga  leluasa tanaman padi menghiasi alam dengan hijau yang nantinya berangsur menguning. 

“Saya gagal panen, karena panas berkepanjangan. Padahal sudah 82 hari, tinggal sebentar lagi,” ucap Tole dengan wajah tegar dan mata berkaca- kaca, sambil berdiri dipematang sawah,  Desa Popontolen Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel).

Padahal berbagai upaya dilakukannya untuk mencapai hasil maksimal. 50 hari Tole menggarap tanah, rumput dan jerami dibersihkan, sawah dibanjiri, agar tanah menjadi lembut, rumput akan tumbuh menjadi mati, dan berbagai serangga yang dapat merusak bibit mati pula. Memperbaiki tanggul dan pematang sawah. Memilih biji-biji yang bertunas dan direndam berjam – jam dalam air serta di peram dibungkus memakai daun pisang dan karung selama 8 jam, kemudian disemaikan secara merata disawah.

Tole pun tak lupa melakukan penyemprotan dengan insektisida pada 10 hari setelah penaburan dan sesudah pesemaian berumur 17 hari. Pupuk jenis urea, ZS/TS, ZK, semuanya agar tanaman maksimal.

Tapi mimpi buruk itu akhirnya menjadi kenyataan. Kemarau yang berkepanjangan menggerogoti perut bumi, air tak lagi mengalir, tanah menjadi kering, tanaman diserang hama, dan tanaman padi mati. Tole biasanya menari dipematang sawah yang subur tapi kali ini ia harus menari di padang tandus nan gersang.

Tole hanya mampu merenung memikirkan nasib yang dialaminya, memikirkan biaya sekolah anak – anaknya, dan memikirkan kebutuhan sekeluarga mereka  yang tergantung dari hasil panen.

 “Saya bingung, gagal panen dan bagaimana memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak – anak. Hanya ini mata pencaharian saya. Mudah – mudahan pemerintah memperhatikan penderitaan kami.”

Meski demikian, Tole tetaplah seorang petani, tidak akan berhenti menggarap sawah dan menanam padi.
“Kita menunggu saja alam, dan mengikuti kemauan alam, kapan alam akan memberikan waktu saya bercocok tanam kembali," ucap Tole memelas penuh harap kepada Tuhan.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Prov Sulut,
Pertanyaannya, dimanakah peran pemerintah selaku pengambil kebijakan ketika menghadapi perubahan iklim khususnya di sulut. Langkah Mitigasi nya, ataukah masyarakat disuruh ber adaptasi dengan alam ?

Penulis : Raden Suratman