Jurnal,Manado – Gubernur Sulawesi Utara (Sulut),
Olly Dondokambey SE membuka festival seni budaya bantik 2016, kegiatan dalam
rangka peringatan ke-67 gugurnya Pahlawan Nasional Robert Wolter
Mongisidi berlangsung di lapangan bantik Malalayang Manado, Senin (05/09/2016).
Selain itu juga dilaksanakan atraksi budaya keturunan bantik seperti mahamba
dan kabarasan.
Dalam
sambutannya, Olly memberikan apresiasi kepada panitia pelaksana yang telah
menggelar kegiatan adat dan menjadikan iven tahunan guna menunjang promosi
wisata yang saat ini sedang digiatkan oleh pemerintah.
“Kiranya,
melalui momentum peringatan gugurnya Pahlawan Nasional Robert Wolter
Mongisidi ini, kita dapat merapatkan barisan untuk berjuang
membangun negeri guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, sehingga bangsa
Indonesia dapat menjadi bangsa yang maju dan bermartabat serta dapat berdiri
sejajar dengan negara lain di dunia demi keutuhan NKRI,” terang Gubernur.
Olly
juga mengatakan, budaya juga memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan
daerah dan kesejahteraan masyarakat, termasuk adat budaya bantik dinilai mampu
menjadi benteng perlindungan, penyaring atau filter masuknya nilai-nilai budaya
asing yang tidak sesuai dengan dengan karakter budaya bangsa.
“Saya
percaya masyarakat bantik mampu memegang peran penting tersebut, karena
historikal sulut telah membuktikan bahwa suku bantik sangat menghormati adat.
kesemuanya itu dapat terwujud, karena falsafah hidup yang terus dipegang teguh
yaitu Hinggilr'indang, Hintalr'unang dan hintakinang yang dapat diartikan
Berkasih-kasihan atau saling baku sayang deng baku-baku bae tanpa memandang
perbedaan,” tandas Gubernur.
Sementara,
Kolonel Inf. Ricky Winowatan atas nama keluarga telah membacakan surat Bote
yang ditulis 27 Maret 1945 atau enam bulan sebelum pelaksanaan eksekusi.
Nilai
yang dapat diambil dalam surat tersebut bahwa pada saat itu Bote telah berhasil
melewati pergumulan, gejolak bahkan benturan dalam pribadinya, baik
intelekteual, emosional dan spiritual.
Keberhasilan Bote tersebut tertuang
dalam kalimat "Ketakutan terhadap maut telah hilang padku" dan
"janganlah cemas atau gelisah, sebab aku sendiri telah lalui segala
ketakutan dan kegentaran".
Bote bahkan menjadi penghibur dan motivator
bagi keluarga untuk tidak larut dalam kesedihan akan resiko hukuman mati yang
harus dihadapi. Bagi Bote grasi adalah jebakan pihak penjajah, menerima grasi
berarti mengingkari keyakinan akan kebenaran perjuangan yang dilakukan akan
berubah menjadi kesalahan.
Dalam Surat itu Bote berkata "Kiranya jangan
mengirim permohonan grasi buat saya sebab ini semata-mata dibawah pertangungan
saya serta sayapun telah menolak grasinya, jelas Winowatan.
karena itu
Winowatan mengajak masyarakat sulut untuk mengharggai sejarah, apalagi sejarah
pahlawan dari sulut, ujar Pamen yang bertugas di Mabes TNI AD ini. Ketua
Panitia Pelaksana Drs AKBP Reino Bangkang menyebutkan, Robert Wolter Mogisidi
yang akrab di panggil Bote gugur akibat dieksekusi tembak mati pada hari Senin
5 September 1949 oleh kaum penjajah di makasar Sulawesi Selatan. Turut hadir
Unsur Forkopimda Sulut serta pejabat teras lingkup Pemprov Sulut.(man)