Iklan

March 23, 2017, 07:53 WIB
Last Updated 2021-01-21T12:41:46Z
Pemerintahan

Dishub Berpegang Pada Permen 23 Tahun 2016

Direktur 
Jurnal, Manado - Angkutan yang menggunakan sistim online sangat populer di indonesia. Hal ini dibuktikan dengan aksi protes dan demo para pengusaha dan sopir angkot konvensional disemua daerah. Bahkan banyak terjadi tindak kekerasan kepada sopir online oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. 


Namun demikian, pemerintah tidak langsung menghentikan pengoperasian angkutan online seperti yang menjadi tuntutan konvensional, tapi dengan memberikan payung hukum berupa Peraturan Menteri (PM) No. 32 tahun 2016, yang telah ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 1 April 2016, dan resmi berlaku pada 1 Oktober 2016.

Dalam peraturan dimana perusahaan berbasis online harus memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek. Pengurusan izin tersebut, dikenakan biaya, sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Perusahaan juga harus memiliki badan hukum Indonesia. 
Dalam rilis yang dikeluarkan Kemenhub, setelah mendapatkan izin, perusahaan akan memiliki kartu pengawasan, yang harus diperbarui setiap satu tahun.
Untuk memenuhi syarat pertama, yaitu izin penyelenggaraan angkutan, perusahaan harus mempunyai sejumlah hal, yaitu paling sedikit lima kendaraan dengan bukti surat tanda nomor kendaraan (STNK) atas nama perusahaan, memiliki tempat penyimpanan kendaraan, menyediakan fasilitas bengkel, dan mempekerjakan pengemudi yang memiliki surat izin mengemudi (SIM).



Setelah diberlakukan penetapan tersebut ternyata tidak serta merta persoalan persaingan taxi konvensional dan online berhenti sampai disitu.  Untuk itu pihak Kementrian melalui Direktur Angkutan dan Multimoda Kemenhub, Cucu Mulyana, melakukan uji publik yang pertama di lakukan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 2017 dan 10 Maret 2017.
Setelah melakukan uji publik maka Peraturan Menteri (PM) No. 32 tahun 2016 tetap diberlakukan. 
"Kami tetap konsisten dengan aturan yang berlaku,"kata Cucu singkat. (man)