Iklan

March 1, 2017, 06:39 WIB
Last Updated 2021-01-21T13:25:33Z
Politik

Legislator Sulur Desak Pemprov Verifikasi Seluruh Galian C


Anggota DPRD Sulut Billy Lombok dan Karo Administrasi dan SDA

Jurnal, Manado - Kondisi hutan yang mulai habis dinilai menjadi faktor utama penyebab bencana banjir diseluruh wilayah Sulawesi Utara Aktivitas tambang pun menjadi sorotan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) didesak tinjau kembali semua lokasi galian C.

Persoalan hutan yang kian menipis itu, jadi topik hangat dalam rapat antara Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut bersama Biro Adminsitrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA), Rabu (1/3), di ruang rapat 3 kantor dewan Sulut. “Saya mau katakan, hutan Lolombolan di Minsel (Minahasa Selatan) sudah gundul. Jadi sangat penting sekali untuk ada pengawasan ketat terhadap kelestarian hutan. Koordinasi dengan semua instansi terkait perlu dibangun,” ucap personil komisi II, Billy Lombok, ditengah rapat.

Iapun membeberkan, sekira 200 hektare (Ha) tanah negara yang dulu masih Minahasa Raya yang ada di Kelurahan Tinoor statusnya sudah digarap. Hak garap yang diberikan kepada masyarakat  Tinoor itu ditengarai, banyak berubah menjadi milik pribadi. “Bukan cuma tanah, ada juga persoalan hutan yang sudah gundul. Jadi ada kejadian, dimana masyarakat Tinoor marah kemudian membakar base camp pengusaha yang diduga sebagai aktor. Sesuai informasi akan dijadikan usaha pertambangan, batu dan sebagainya. Ini kalau 200 Ha luar biasa,” jelasnya. 

“Orang-orang ini sedang mengejar surat-surat menggarap  kemudian tiba-tiba prosesnya sudah milik pribadi bahkan ada yang sudah punya sertifikat. Kalau 200 ha bahaya sekali. Inilah yang menjadikan longsor-longsor. Mereka mengancam akan ada aksi susulan karena sudah terjadi jual beli,” sambung dia. 

Teddy Kumaat menambahkan, mulai tahun ini kewenangan kehutanan dan pertambangan telah kembali ke  tanggung jawab provinsi. Kemungkinan besar ada izin-izin kabupaten/kota yang diberikan khsusus galian C,  tidak sesuai izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang seharusnya. 

“Kami meminta Pemprov melalui instansi terkait, pertambangan, kehutanan, lingkungan hidup, supaya meninjau kembali izin galian C yang telah diberikan Pemkab (Pemerintah Kabupaten) dan Pemkot (Pemerintah Kota). Terutama di lokasi yang terdampak banjir dan longsor,” tegas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. 

Dalam peninjauan nanti izin Amdal perlu dilihat kebenarannya. Walaupun memiliki Amdal, seringkali hanya di atas kertas. Padahal tidak layak untuk melakukan operasi tambang.  “Apa memang betul Amdal atau cuma dibuat bagus saja. Karena ada yang tidak layak tapi dibuat layak, hanya di atas kertas. Jadi persoalan hutan sudah sangat genting. Karena sudah kewenangan provinsi makanya Pemprov harus bertindak,” kuncinya.

“Bayangkan saja, hujan barusan tidak sampai 2 jam tapi daerah yang tak pernah banjir justru banjir.  Jadi ini mungkin sifatnya masih hipotesa tapi harus ditinjau kembali. Di kaki gunung Lokon termasuk di kaki gunung Mahawu, itu sudah ada tambang galian C yang baru beberapa tahun belakangan,” terang dia. 

Tambang galian C  menurutnya, perlu jadi perhatian karena sebelum mengambil batu, harus memotong dahulu seluruh pohonnya. “Tinjau kembali galian C. Apalagi hutan lindung, tanah negara yang dulu hijau tapi semuanya sekarang sudah gundul,” tutupnya.  

Menanggapi masukan tersebut, Kepala Biro Adminstrasi Perekonomian dan SDA, Frangky E Manumpil menyampaikan, hutan di tanah Nyiur Melambai memang banyak sekali terjadi penurunan. “Lahan hutan Bitung tinggal 21 persen, Tomohon kurang dari 20 persen, Minahasa 7,5 persen. Ini terjadi penurunan areal lahan hutan mungkin ini salah satu penyebab terjadi banjir,” tanggapnya.

“Dahulu mungkin tempat parkir dan resapan air, kolam-kolam, sekarang sudah menjadi perumahan. Mungkin ini perlu ada tata ruang di kabupaten/kota. Kita perlu memperketat pengawasan penebangan hutan termasuk di hutan Lolombulan,” pungkasnya. (bin)