Iklan

March 15, 2016, 05:51 WIB
Last Updated 2016-04-16T01:09:37Z
Utama

Sidang Lanjutan di MK. Nama Sendoh Disebut Atas Dugaan Bagi Duit Untuk Paslon Ai - JA



Sekda Kota Manado, Harvey Sendoh.(ist)

Jurnal,Manado - Ada yang menarik dalam sidang lanjutan ke dua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Senin (14/03/2016),Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Manado. Dimana nama Sekertaris Daerah (Sekda) Manado Ir MHF Sendoh, terseret dan disebut dalam pelaksanaan sidang di MK, sebagai temuan dugaan melakukan pembagian uang untuk memenangkan Pasangan calon Ai-JA sebagai pemohon dalam sidang gugatan Pilkada Manado susulan 2015.

Menurut kuasa hukum terkait dalam eksepsi sidang lanjutan kedua gugatan pilkada Manado susulan 2015, bahwa berdasarkan laporan organisasi kepemudaan di Kepolisian Resort (Polresta) Manado dengan nomor STPLP/3163/XII/2015/Sulut/Resta/Manado. Temuan tersebut dapat dijadikan alat bukti pelanggaran Pilkada Manado.

“ Adapun alat bukti pelanggaran pilkada Manado yang dilakukan oleh Oknum Sekda Manado di Kecamatan Sario, dengan dugaan melakukan pembagian uang kepada masyarakat untuk memenangkan Paslon nomor urut 1 (Ai-JA,red),” tandas kuasa hukum pihak terkait (GSVL-MOR), saat membacakan eksepsi disidang lanjutan kedua di dalam persidangan MK.
Dengan adanya temuan oleh masyarakat terhadap dugaan money politik yang dilakukan oleh oknum Sekda Manado, dapat mementahkan perjuangan gugatan Paslon Walikota dan Wakil Walikota Manado Ai-JA di Mahkamah Konstitusi RI yang tinggal menunggu putusan pada sidang berikutnya. Dan semua materi sanggahan jawaban dari pihak termohon KPU dan pihak terkait GSVL-MOR, diterima dan disahkan oleh Hakim MK yang memimpin persidangan.

KPU Manado dan GSVL-MOR Klarifikasi Gugatan AI-JA

Agenda sidang perkara Nomor 151/PHP-KOT/XIV/2016 Senin (14/03/2016) di MK, adalah mendengarkan keterangan KPU Kota Manado selaku Termohon dan Pasangan Calon Vicky Lumentut dan Mor. Bastiaan sebagai Pihak Terkait.

Mewakili Termohon, Hari G Tendean menilai permohonan Pemohon tidak menjelaskan kesalahan penghitungan suara sehingga tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b angka 4 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 1/2015. Peraturan tersebut menyatakan permohonan Pemohon paling kurang memuat penjelasan terkait kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan Termohon dan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.

“Pemohon dalam permohonannya mempersoalkan adanya kesalahan proses penghitungan suara oleh Termohon yang secara signifikan memengaruhi ditetapkannya peserta nomor urut 3 sebagai peraih suara terbanyak. Tetapi Pemohon tidak bisa menjelaskan di mana saja terjadi kesalahan penghitungan suara. Pemohon juga tidak menjelaskan berapa perolehan suara yang benar menurut Pemohon baik pada tingkat TPS, PPK dan KPU Kota Manado,” papar Hari kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.

Dikatakan Hari, setelah mencermati seluruh permohonan, Pemohon mendalilkan bahwa Termohon mengabaikan rekomendasi panwaslih di 5 kecamatan. Selain itu, penggunaan KTP, dan identitas lain dalam Pilkada Manado juga relatif besar. Menanggapi hal tersebut, Hari menilai persoalan itu telah ditindaklanjuti dan diselesaikan di tingkat panwas.

“KPU sesuai tingkatannya telah menindaklanjuti dan menyelesaikan rekomendasi panwas tersebut. Hal itu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 138 dan 139 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang,” urai Hari.

Hal lainnya, menurut Termohon, berdasarkan ketentuan Pasal 158 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015juncto Pasal 6 ayat (2) PMK Nomor 1-5 Tahun 2015, Pasal 6 ayat (2) huruf b, Pemohon sebenarnya tidak dapat mengajukan permohonan karena telah melebihi ambang batas selisih perolehan suara, yaitu sebesar 1.006 (1,5%). Selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait adalah sebesar 6.186 suara atau setara dengan 9,22%.

“Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara a quo. Maka Termohon meminta kepada Majelis Hakim agar permohonan a quo tidak dapat diterima,” tegasnya.
Adapun Pihak Terkait diwakili oleh Utomo Karim mengamini pernyataan Termohon terkait selisih suara. Utomo menyampaikan bahwa dalam putusan PHP Kada Serentak 2015, Mahkamah menyatakan tidak dapat menerima 140 permohonan dari total 147 permohonan yang diajukan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan 158 UU No. 8/2015. Pihak Terkait memohon agar Mahkamah tetap konsisten untuk menjalankan ketentuan undang-undang. Hal ini sebagai bentuk kepastian hukum.

Selain itu, Pihak Terkait menegaskan, permohonan Pemohon sudah melebihi batas waktu. Perbaikan permohonan diajukan Pemohon pada Jumat 4 Maret 2016 pukul 10.43 WIB, padahal seharusnya perbaikan permohonan diajukan selambat-lambatnya pada hari Rabu 2 Maret 2016 pukul 16.09 WIB sebagaimana dipersyaratkan oleh Pasal 157 ayat (7) UU No. 8/2015.

“Oleh karena itu, permohonan Pemohon melebihi batas waktu,” imbuh Utomo.

Usai mendengarkan keterangan kedua pihak, Majelis Hakim mengesahkan alat bukti yang diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait.

Pada sidang sebelumnya, Pasangan Walikota dan Wakil Walikota Manado Harley Mangindaan dan Jemmy Asiku sebagai Pemohon menemukan fakta 99 TPS di 5 kecamatan didatangi ‘pemilih siluman’ yakni pemilih yang tidak berhak memilih dan bahkan ber-KTP dari luar Kota Manado, bahkan ada yang dari luar Sulawesi Utara. Sementara Undang-Undang mengatur bahwa hanya pemilih yang ber-KTP di RT atau RW setempat yang belum terdaftar, yang bisa memilih di TPS tersebut. Namun faktanya, ada KTP-KTP dari Jawa Timur, Gorontalo, Minahasa, Minahasa Selatan, dan sebagainya. Hal lain yang mengejutkan Pemohon, KPU Kota Manado gagal mendistribusikan formulir C-6 yang menjadi dasar bagi pemilih untuk datang ke TPS.(man)