Sekda Kota Manado, Harvey Sendoh.(ist) |
Jurnal,Manado - Ada yang menarik dalam sidang lanjutan ke dua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Senin
(14/03/2016),Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) Manado. Dimana nama Sekertaris Daerah (Sekda) Manado Ir MHF Sendoh, terseret dan
disebut dalam pelaksanaan sidang di MK, sebagai temuan dugaan melakukan
pembagian uang untuk memenangkan Pasangan calon Ai-JA sebagai pemohon dalam
sidang gugatan Pilkada Manado susulan 2015.
Menurut
kuasa hukum terkait dalam eksepsi sidang lanjutan kedua gugatan pilkada Manado
susulan 2015, bahwa berdasarkan laporan organisasi kepemudaan di Kepolisian
Resort (Polresta) Manado dengan nomor STPLP/3163/XII/2015/Sulut/Resta/Manado.
Temuan tersebut dapat dijadikan alat bukti pelanggaran Pilkada Manado.
“ Adapun
alat bukti pelanggaran pilkada Manado yang dilakukan oleh Oknum Sekda Manado di
Kecamatan Sario, dengan dugaan melakukan pembagian uang kepada masyarakat untuk
memenangkan Paslon nomor urut 1 (Ai-JA,red),” tandas kuasa hukum pihak terkait
(GSVL-MOR), saat membacakan eksepsi disidang lanjutan kedua di dalam
persidangan MK.
Dengan
adanya temuan oleh masyarakat terhadap dugaan money politik yang dilakukan oleh
oknum Sekda Manado, dapat mementahkan perjuangan gugatan Paslon Walikota dan
Wakil Walikota Manado Ai-JA di Mahkamah Konstitusi RI yang tinggal menunggu
putusan pada sidang berikutnya. Dan semua materi sanggahan jawaban dari pihak termohon KPU dan pihak terkait
GSVL-MOR, diterima dan disahkan oleh Hakim MK yang memimpin persidangan.
KPU Manado dan GSVL-MOR Klarifikasi Gugatan
AI-JA
Agenda
sidang perkara Nomor 151/PHP-KOT/XIV/2016 Senin (14/03/2016) di MK, adalah
mendengarkan keterangan KPU Kota Manado selaku Termohon dan Pasangan Calon
Vicky Lumentut dan Mor. Bastiaan sebagai Pihak Terkait.
Mewakili
Termohon, Hari G Tendean menilai permohonan Pemohon tidak menjelaskan kesalahan
penghitungan suara sehingga tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 7 ayat (1)
huruf b angka 4 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 1/2015. Peraturan
tersebut menyatakan permohonan Pemohon paling kurang memuat penjelasan terkait
kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan Termohon dan hasil
penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.
“Pemohon
dalam permohonannya mempersoalkan adanya kesalahan proses penghitungan suara
oleh Termohon yang secara signifikan memengaruhi ditetapkannya peserta nomor
urut 3 sebagai peraih suara terbanyak. Tetapi Pemohon tidak bisa menjelaskan di
mana saja terjadi kesalahan penghitungan suara. Pemohon juga tidak menjelaskan
berapa perolehan suara yang benar menurut Pemohon baik pada tingkat TPS, PPK
dan KPU Kota Manado,” papar Hari kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil
Ketua MK Anwar Usman.
Dikatakan
Hari, setelah mencermati seluruh permohonan, Pemohon mendalilkan bahwa Termohon
mengabaikan rekomendasi panwaslih di 5 kecamatan. Selain itu, penggunaan KTP,
dan identitas lain dalam Pilkada Manado juga relatif besar. Menanggapi hal
tersebut, Hari menilai persoalan itu telah ditindaklanjuti dan diselesaikan di
tingkat panwas.
“KPU sesuai
tingkatannya telah menindaklanjuti dan menyelesaikan rekomendasi panwas
tersebut. Hal itu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 138 dan 139
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang,” urai Hari.
Hal lainnya,
menurut Termohon, berdasarkan ketentuan Pasal 158 ayat (1) UU No. 8 Tahun
2015juncto Pasal 6 ayat (2) PMK Nomor 1-5 Tahun 2015, Pasal 6 ayat (2) huruf b,
Pemohon sebenarnya tidak dapat mengajukan permohonan karena telah melebihi
ambang batas selisih perolehan suara, yaitu sebesar 1.006 (1,5%). Selisih
perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait adalah sebesar 6.186 suara
atau setara dengan 9,22%.
“Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk
mengajukan perkara a quo. Maka Termohon meminta kepada Majelis Hakim agar
permohonan a quo tidak dapat diterima,” tegasnya.
Adapun Pihak
Terkait diwakili oleh Utomo Karim mengamini pernyataan Termohon terkait selisih
suara. Utomo menyampaikan bahwa dalam putusan PHP Kada Serentak 2015, Mahkamah
menyatakan tidak dapat menerima 140 permohonan dari total 147 permohonan yang
diajukan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan
158 UU No. 8/2015. Pihak Terkait memohon agar Mahkamah tetap konsisten untuk
menjalankan ketentuan undang-undang. Hal ini sebagai bentuk kepastian hukum.
Selain itu,
Pihak Terkait menegaskan, permohonan Pemohon sudah melebihi batas waktu.
Perbaikan permohonan diajukan Pemohon pada Jumat 4 Maret 2016 pukul 10.43 WIB,
padahal seharusnya perbaikan permohonan diajukan selambat-lambatnya pada hari
Rabu 2 Maret 2016 pukul 16.09 WIB sebagaimana dipersyaratkan oleh Pasal 157
ayat (7) UU No. 8/2015.
“Oleh karena
itu, permohonan Pemohon melebihi batas waktu,” imbuh Utomo.
Usai
mendengarkan keterangan kedua pihak, Majelis Hakim mengesahkan alat bukti yang
diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait.
Pada sidang
sebelumnya, Pasangan Walikota dan Wakil Walikota Manado Harley Mangindaan dan
Jemmy Asiku sebagai Pemohon menemukan fakta 99 TPS di 5 kecamatan didatangi
‘pemilih siluman’ yakni pemilih yang tidak berhak memilih dan bahkan ber-KTP
dari luar Kota Manado, bahkan ada yang dari luar Sulawesi Utara. Sementara
Undang-Undang mengatur bahwa hanya pemilih yang ber-KTP di RT atau RW setempat
yang belum terdaftar, yang bisa memilih di TPS tersebut. Namun faktanya, ada
KTP-KTP dari Jawa Timur, Gorontalo, Minahasa, Minahasa Selatan, dan sebagainya.
Hal lain yang mengejutkan Pemohon, KPU Kota Manado gagal mendistribusikan
formulir C-6 yang menjadi dasar bagi pemilih untuk datang ke TPS.(man)