Frits Johanes Tumbelaka |
Jurnal,Manado
- Frits Johanes Tumbelaka atau yang biasa dipanggil Broer Tumbelaka adalah anak
bungsu dari keluarga Dokter Tumbelaka-Sinyal. Berdarah campuran dari Minsel dan
Romboken, Minahasa, lahir di Sumatera Barat dan besar di Jawa Timur. Terlahir
dari ayah seorang Pejabat Kepala Kesehatan Jawa Timur di zaman Belanda, Broer
Tumbelaka berkarir sebagai Tentara di Komando Divisi (Sekarang Kodam) Brawijaya
di Jawa Timur.
Broer
Tumbelaka berkiprah di Tanah Leluhurnya berawal dari keprihatinan sang ayah
terkait pergolakan Permesta, berangkat dari hal itu Broer yang telah
menanggalkan seragam militernya menemui koleganya, Panglima Divisi (Sekarang
Pangdam) Brawijaya, Kolonel Soerahman pada tahun Oktober 1959 dengan alasan
Pasukan Brawijawa yang bertugas di Manado dan sekitarnya. Pertemuan 2 sahabat
ini membawa Broer pada 5 Januari 1960 berangkat ke Manado dengan misi sangat
rahasia, penyelesaian pergolakan Permesta. Setelah melakukan orientasi lapangan
dan pengenalan Tanah Leluhur (sebelumnya Broer Tumbelaka belum pernah ke
Manado), pada 15 Maret 1960 jam 16.35 di Desa Matungkas (sekarang Minut), untuk
pertama kalinya Broer bertemu sahabatnya di Militer yang telah menjadi Tokoh
Besar Permesta, Daniel Julius Simba, Putra Tomohon kelahiran Jawa Tengah.
Hasil
pertemuan dilaporkan kepada Palima Divisi Brawijaya, Kol. Soerahman dan
selanjutnya dilaporkan kepada Orang Nomor 1 TNI AD, Jenderal AH. Nasution di
Jakarta. Setelah pertemuan (perundingan) tersebut, tidak lama kemudian, sekitar
bulan Mei 1960, lahirlah Provinsi Sulawesi Utara Tengah (Sulutteng).
Pada 25 Mei
secara tak terduga, Broer Tumbelaka dilantik menjadi Wakil Gubernur Sulutteng
dan AA Baramuli sebagai Gubernur. Tugas khusus Wakil Gubernur adalah Pemulihan
Keamanan. Setelah itu Broer Tumbelaka berunding dengan pihak Permesta sebagai
Wakil Gubernur utusan Pemerintah Pusat (sebelumnya sebagai pribadi, utusan
khusus). Setelah 9 kali perundingan di wilayah yang di kuasai Permesta, pada 4
April 1961 di antara Lopana dan Malenos (sekarang Minsel) Broer berhasil mempertemukan
Pangdam XIII/Merdeka Brigjend Soenandar Pridjosoedarmo dengan tokoh besar
Permesta, DJ Somba dalam suatu upacara militer, Permesta Kembali ke Pangkuan
Ibu Pertiwi.
Selanjutnya
Broer mempertemukan Jenderal paling senior dari TNI AD, Mayjend. Hidayat
(didampingi Brigjend Ahmad Jani) dengan tokoh besar Permesta AE Kawilarang.
Pada puncaknya Broer berhasil meyakinkan Jenderal AH. Nasution untuk ke Manado
dan menerima pasukan Permesta di Papakelan Minahasa dimana sebelumnya dibuat
pertemuan dengan AE. Kawilarang di Tomohon.
Setelah
penyelesaian Permesta yang diikuti turun gunungnya sekitar 26.000 personil
dengan sekitar 7000 pucuk senjata, pemerintahan perlahan menjadi normal. Pada
tahun 1962, secara mendadak Broer Tumbelaka dipanggil ke Jakarta untuk menjadi
Penjabat Gubernur Sulutteng mengantikan AA Baramuli, timbang-terima ini
dilakukan di Jalarta. Pada tahun 1963, Broer Tumbelaka diangkat menjadi
Gubernur Sulutteng merangkap Ketua DPRD Sulutteng, pada masa ini Broer
melakukan tindakan penyelesaian Darul Islam (DI) yang berada di wilayah
Sulawesi Tengah, lalu mendirikan Universitas Tadulako di Palu.
Pada masa
itu Broer menggenjot pembangunan pelabuhan Bitung serta membuat jalan tembus
langsung ke Bitung. Dalam rangka mempererat persaudaraan, Broer membuat Pesta
Olah Raga Sulutteng di Tahuna (dulu Sangihe Talaud – Satal) dengan Bupati
Satal, Hari Soetojo. Pada masa itu Broer banyak melakukan perjalanan ke pelosok
daerah dan salah satu yang paling berat adalah perjalanan ke desa pedalaman di
wilayah Sulawesi Tengah dengan berjalan kaki dan naik kuda selama lebih 6 jam.
Saat itu
Broer selaku Gubernur didampingi oleh salah satu asisten khususnya, Drs.
Abdulah Mokoginta (kemudian beliau menjadi Wagub Sulut). Ketika itu Broer
selaku Gubernur Sulutteng merangkap Ketua DPRD Sulutteng bersama para tokoh
terus berupaya melahirkan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut, dulu Sultara).
Tanda-tanda lahirnya provinsi baru telah terlihat dengan ditulisnya Kantor
Gubernur Sulawesi Utara pada saat Upacara HUT Proklamasi 17 Agustus 1964 atau 5
minggu sebelum turunnya UU No. 13 tahun 1964 pada 23 Sepember 1964 yang
diperingati sebagai Hari Lahir Provinsi Sulawesi Utara.
Bersamaan
dengan itu, FJ Tumbelaka atau Broer Tumbelaka diangkat oleh Presiden Soekarno
sebagai Gubernur Sulawesi Utara (Sultara, sekarang Sulut) merangkap Ketua DPRD
Sultara. Memimpin provinsi baru yakni Sulawesi Utara, Broer Tumbelaka sangat
banyak mendapat serangan dari unsur-unsur PKI yang sejak awal tidak suka dengan
Broer karena menyelesaikan pergolakan Permesta dan pemberontakan Darul Islam
yang mana, karena penyelesaian tersebut berpengaruh kepada konstelasi nasional.
Ditengah
menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara tersebut tiba tiba Broer melayangkan
surat permohonan berhenti dari jabatan dengan alasan kesehatan. Setelah itu
Pangdam Soenandar Pridjosoedarmo menjadi Penjabat Gubernur Sulut, saat itu
banyak tokoh meminta Broer kembali menjadi Gubernur, namun ditolak oleh Broer
dan akhirnya ditunjuklah Abdulah Amu sebagai Penjabat Gubernur. Pada saat itu
kembali Broer diminta untuk kembali menduduki posisi Gubernur dan untuk kedua
kali Broer menolak. Setelah 2 kali posisi Gubernur dijabat oleh Penjabat,
akhirnya Sulut mempunyai Gubernur Definitif, yaitu HV Worang.(tim)