
Yusril Izha Mahendra saat memberikan pembekalan kepada kader PBB |
Jurnal,Manado-Saat
pertemuan bersama kader Partai Bulan Bintang (PBB) Sulawesi Utara (Sulut), dan
seluruh simpatisan partai, Yusril Izha Mahendra, Ketua Majelis Syuro PBB
menjelaskan tentang usulannya ke
Mahkamah Konstitusi (MK) agar mengabulkan pelaksanaan pemilu presiden
dan wakil presiden (Pilpres) bersamaan dengan pemilu legislatif (Pileg).
Menurut Yusril, jika
permohonan uji materiil Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang didaftarkan
ke MK, Jumat (13/12/2013) lalu, dikabulkan, syarat pengajuan calon presiden dan
wakil presiden tidak memerlukan syarat ambang batas perolehan suara di
parlemen.
“Substansi UU itu, perihal pendaftaran pasangan
capres-cawapres dan pelaksanaan Pilpres, bertentangan dengan konstitusi.
Pendaftaran capres-cawapres diatur dalam Pasal 14 ayat 2, yakni masa
pendaftaran capres-cawapres paling lama tujuh hari setelah penetapan secara
nasional pemilu DPR. Adapun pelaksaan Pilpres diatur dalam Pasal 112 , yakni
dilaksanakan paling lama tiga bulan setelah pengumuman hasil Pileg,” terang
Yusril saat membuka acara plaksanaan pembekalan Caleg PPB se-Sulut, Sabtu
(11/01).
Ia sendiri telah menguji dua pasal tersebut terhadap Pasal
6A ayat 2 dan Pasal 22E UUD 1945 . Dalam Pasal 6A ayat 2 berbunyi Pasangan
Capres dan Cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu
sebelum pelaksanaan pemilu. Berdasarkan pasal itu, Yusril menafsirkan semua parpol
peserta pemilu bisa mendaftarkan pasangan capres-cawapres ke KPU. 12 parpol bisa mengajukan pemimpin
selanjutnya di Pilpres 2014. Selain itu, pelaksanaan Pilpres, kata dia, tidak
bisa dilaksanakan setelah Pileg. Jika Pilpres digelar setelah Pileg seperti
diatur dalam UU Pilpres, maka 12 parpol peserta pemilu 2014 disebut parpol
mantan peserta pemilu. Padahal, kata dia, dalam UUD disebutkan pengusung
capres-cawapres adalah parpol atau gabungan parpol peserta pemilu.
"Mungkin saya tidak perlu mendatangkan ahli hukum
nanti. Yang perlu saya datangkan ahli bahasa Indonesia. Kalau sudah diumumkan
hasil pemilunya, kita tanya ke ahli bahasa, parpol itu disebut parpol peserta
pemilu atau bukan? Yah bukan, pemilu sudah selesai," kata dia.
"Jadi nanti biar saya pemohonnya sendiri, jadi
advokadnya sendiri. Yang saya perlu untuk mengolok-olok, saya panggil ahli
bahasa untuk menerangkan apa artinya parpol peserta pemilu," tambah dia.
Selain itu, menurut Yusril, berdasarkan Pasal 22E UUD 1945 ,
Pileg dan Pilpres semestinya digelar serentak atau hanya sekali dalam lima
tahun. Pasal itu berbunyi Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Kalau pemilu DPR dipisah dengan pemilu presiden, nanti
dalam lima tahun ada dua pemilu. Pemilu harus satu kali dalam lima tahun,"
kata mantan Menteri Kehakiman itu.
Yusril menambahkan, negara-negara dengan sistem presidensial
juga menggelar Pilpres sebelum Pileg.
"Di dunia ini semua negara presidensial, presiden dipilih dulu. Kecuali
Filipina yang dilaksanakan serentak," ucapnya.
Konsekuensi jika uji materil itu dikabulkan MK, maka tidak
ada syarat ambang batas pengusungan capres-cawapres. Selain itu, kata Yusril,
pelaksanaan Pileg yang dijadwalkan digelar 9 April mesti diundur.
"Kalau itu dikabulkan, pemilu DPR mundur bersamaan
pemilu presiden. Enggak masalah. Toh peserta pemilu enggak berubah, DPT (daftar
pemilih tetap) enggak berubah. Biaya bisa lebih hemat dengan pemilu serentak.
Mungkin minat orang datang ke TPS juga akan lebih besar dibanding pemilu
sebelumnya," beber pakar hukum dan tata Negara ini.
“Saya bicara jadwal pemilu, kalau orang memilih partai maka
apa yang akan terjadi pasti linear. Maka calon presiden yang kuat akan merubah
peta politik yang kuat. Yang pasti jia
saya terpilih Presiden maka PBB akan naik. Begitu juga sebaliknya. Dengan
pemilu serentak maka partai kecil bisa jadi partai besar dan jika partai besar
jadi partai kecil,” pungkasnya.(**/man)