Iklan

February 19, 2014, 17:42 WIB
Last Updated 2014-02-20T01:42:17Z
Hukrim

Uji Aturan Pembintangan Anggaran, Ahli Pemerintah: Para Pemohon Tidak Memiliki Kedudukan Hukum

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan Perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara yang dimohonkan oleh Anton Ali Abbas dan Aan Eko Widiarto, Rabu (19/2). Pada sidang kali ini giliran Pemerintah yang menghadirkan ahli untuk menegaskan pembintangan anggaran oleh Menteri Keuangan tidak melanggar Konstitusi. Pakar hukum tata negara dan administrasi negara dari Universitas Airlangga, Philipus M Hadjon hadir menyampaikan keahliannya dalam sidang kali ini yang dipimpin langsung oleh Ketua MK Hamdan Zoelva. Mengawali paparannya, Hadjon mengatakan Para Pemohon yang menyatakan dirinya sebagai warga negara Indonesia tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan. Pasalnya, Para Pemohon tidak memiliki kewenangan yang dirugikan akibat adanya ketentuan pembintangan dalam kedua undang-undang tersebut. “Berkaitan dengan hak, ini adalah kaitan dalam konteks kewenangan Menteri Keuangan untuk mengesahkan dokumen negara, di mana hak konstitusional Pemohon ini dirugikan? Tidak ada hak konstitusional yang dirugikan. Dan oleh karena itu, saya katakan Pemohon sama sekali tidak punya legal standing. Oleh karena itu, maka tentunya tidak layak untuk mengajukan permohonan uji materi,” jelas Hadjon. Terkait dengan dalil Pemohon mengenai adanya ketentuan pembintangan atau pemblokiran anggaran oleh menteri keuangan, Hadjon pun memastikan dalam Pasal 8 butir c UU Nomor 17 Tahun 2003 dan Pasal 7 ayat (2) butir b UU Nomor 1 Tahun 2004 tidak diatur sama sekali mengenai pemblokiran. “Tidak ada ketentuan di dalam kedua pasal itu yang menyangkut soal pemblokiran. Jadi, fokus uji materi ini ada persoalan pemblokiran, padahal dalam argumentasi yang dipaparkan oleh Pemohon, masalah pemblokiran tidak ada dalam peraturan menteri. Silakan menguji peraturan menteri, tetapi tempatnya tidak di sini, inilah yang harus ditekankan sekali. Jadi jangan kita menguji Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dengan pasal-pasal yang saya sebutkan tadi. Tapi inti persoalannya bukan pada rumusan kedua pasal itu, tapi inti persoalan pada apa yang diatur pada peraturan menteri. Kalau demikian sekali saya tekankan, tempatnya tidak di sini tapi kita pindah ke tempat lain ke Mahkamah Agung,” tukas Hadjon mengakhiri paparannya. Sementara itu, Mantan Hakim Konstitusi Maruaran Siahaan yang juga dihadirkan oleh Pemerintah sebagai ahli mengatakan Para Pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan ini. Maruarar menjelaskan bahwa sebagai tax payer, Para Pemohon secara individual masih bisa diterima kedudukan hukumnya sepanjang mengenai UU Perpajakan yang menyangkut hak-hak konstitusional tax payer. “Tetapi dari sudut yang lain yang menyangkut argumen Pemohon bahwa sebagai dosen melakukan advokasi pembentukkan peraturan perundang-udangan dan bahkan menulis buku tentang pembentukkan peraturan perundang-undangan yang baik itu dianggap ada kerugian secara hukum dalam legal standing-nya, kalau diukur dari lima ukuran yang ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2005 tampaknya tidak pas. Oleh karena itu, mengenai kerugian spesifik aktual bahkan potensial yang terjadi karena hubungan kausal antara undang-undang ini dengan kerugian konstitusional, saya tidak melihatnya,” urai Maruarar senada dengan Hadjon.(mk)