
Jurnal,Manado – Dengan disahkannya revisi Undang – Undang tentang
kedudukan MPR, DPR dan DPD (UU MD3), mengharuskan mekanisme posisi pimpinan
harus berubah. Seharusnya dalam aturan sebelumnya partai politik pemenang
pemilu otomatis akan mendapat jatah kursi ketua DPR dan pimpinan di alat
kelengkapan DPR lainnya. Namun dengan RUU MD3 Nomor 27/2009 yang baru, aturan
tersebut sudah tidak berlaku karena partai politik pemenang pemilu tidak
otomatis bisa mendapat jatah kursi ketua DPR dan alat kelengkapan lainnya.
Golkar sendiri melihat revisi UU MD3 ini dengan biasa saja.
Pasalnya, partai yang telah makan asam garam ternyata selalu mengikuti proses
pemilihan atau voting dikalangan internal partai.
“Dari golkar sendiri melihat revisi UU MD3 tidak terlalu
berlebihan sebab golkar biasa mengadakan hal itu yang selalu mengedepankan asas
demokarsi,” ujar Sekretaris Fraksi Golkar, Raski Mokodompit, Jumat (11/07).
Ketua Komisi IV ini juga menegaskan bahwa Golkar akan
mengikuti semua aturan dan mekanisme yang berlaku.
“Yang pasti apapun keputusannya akan kami ikuti dan kami
juga siap menjalankan undang – undang serta aturan yang telah ditetapkan,”
pungkas legislator yang terpilih kembali periode 2014 – 2019.
Sebelumnya, pada periode 2009 – 2014, dimana kursi ketua di
duduki oleh Meiva Salindeho Lintang dari Fraksi Golkar karena memperoleh suara
terbanyak. Namun dengan adanya revisi tersebut maka Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P), periode 2014 – 2019 yang
meraih kursi terbanyak yaitu 14 kursi dari 45 kursi tidak otomatis harus juga
menduduki kursi ketua dewan.(man)