
![]() |
Brani saat berorasi di depan gedung KPU dihadiri oleh ratusan warga |
Menurut Benny Rhamdani, masuk di komite 1 dan Kunjungan ke sulut merupakan
targetnya mengingat isu daerah penting di sulut yaitu daerah perbatasan dan
pemekaran dua provinsi serta tujuh kabupaten/kota.
“Dengan kepentingan inilah aku
dulu bernazar jika saya dilantik sebagai anggota DPD, nazar pertama saya adalah
saya harus masuk komite 1, ini terwujud bahkan dipercayakan oleh 33 anggota DPD
RI sebagai wakil komite 1.
Bagi saya komite 1 penting dan strategis karena
berkaitan dengan nasib daerah. DPD adalah representasi daerah.
Nazar saya yang ke dua adalah
bagaimana kunjungan komite pertama harus di Sulut dan akhirnya diputuskan untuk
kunjungan pertama tanggal 12 – 15 di Sulut. Di luar Bengkulu dan Jateng karena
kita membagi tiga kloter. Kebetulan untuk sulut saya dipercayakan sebagai ketua
rombongan,” terangnya.
Ia menjelaskan, ada dua lokasi
yang akan di kunjungi yaitu di manado, akan mengadakan pertemuan dengan pemprov
dan jajaran, tokoh masyarakat dan agama. Mereka akan focus bicara tetang undang
– undang desa, undang – undang pemda terbaru, hubungan pusat dan daerah,
anggaran pusat ke daerah, pemekiaran daerah, perbatasan daerah dan pertanahan.
Untuk tanggal 14 katanya, mereka
akan berkunjung ke kotamobagu untuk mengadakan pertemuan dengan Bupati/Walikota
se BMR terkait dengan pemekaran BMR.
Kita tahu persis bahwa daerah ini
akan menghasilkan dua daerah otonomi baru untuk provinsi yaitu Bolmong Raya dan
Nusa Utara. Selain itu juga 7 kabupaten/kota. Khusus untuk pemekaran,dari 22
daerah otonomi baru yang masuk di tahap akhir pembahasan akhir di panja sudah hampir
final Cuma karena ada gangguan keamanan saat menjelang pengambilan keputusan
sehingga tertunda. Pekan lalu komite 1 memanggil Mendagri didampingi Dirjen
Otda. Khusus untuk sulut kita berikan penekanan.
Pertama kita minta Pemerintahan Jokowi – JK agar
serius mengelola dan mengurus daerah perbatasan karena daerah perbatasan
menjadi halaman depan NKRI. Ini tidak bisa hanya pidato politik, pernyataan
politik, retorika tapi juga harus ada kebijakan yang bersifat kongkrit.
Pemerintah harus membangun infrastruktur di daerah perbatasan. Pemerintah harus
mengucurkan anggaran yang cukup sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah
perbatasan. Masyarkat di daerah perbatasan juga harus di berdayakan secara
ekonomi.
“Kalau tiga hal ini terpenuhi
maka kita tidak lagi mendengar ada masyarakat yang ingin bergabung dengan Negara
lain. Tidak ada lagi masyarakat yang untuk urusan perut harus cari di negara lain.
Kita juga tidak akan mendengar keinginan – keinginan mereka memisahkan diri
atau lebih merasa nyaman menjadi warga Negara tetangga dari pada warga negara kita.
Khusus Sulut ada 27 ribu masyarakat nusa utara yang hingga hari ini mereka
berada di Negara philipina. Status hukumnya tidak jelas, yang di kwatirkan jika
terjadi sesuatu maka siapa yang mengambil alih persoalan ini?’ saya termasuk
orang yang mendesak mendagri agar secepatnya melihat langsung kondisi masyarkat
dan daerah perbatasan, lalu dengan kunjungan itu tentu pusat punya dasar
mengambil kebijakan yang saya sebutkan tadi,” jelas Brani.
Terkait dengan pebahasan daerah
pemekaran, mereka (DPD) tidak mau lagi usulan 22 daerah otonomi dibahas dari
awal lagi.
“Kita usulkan 22 daerah
otonomisasi langsung disahkan,sisa 43
daerah usulan otonomisasi itu dibahas kembali. Kita lihat nanti apakah DPR RI
serius membahas ataukah kebijakannya akan di akomodir melalui UU Pemerintah
Daerah, UU 23 Tahun 2014. Karena dengan undang – undang pemda pemekaran itu
tetap masih punya peluang tapi istilahnya masih ada fase tiga tahun, persiapan.
Selama tiga tahun daerah ini akan di awasai oleh DPR dan DPD, jika lolos maka
akan di devinitif, jika tidak maka kembali bergabung lagi,” pungkas Brani.(man)