Jurnal,Manado - Dikatakan Gubernur Sulawesi Utara Olky Dondokambey bahwa Sulawesi Utara memiliki kondisi geografis geologis hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi yang berpotensi menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia kerusakan lingkungan kerugian harta benda dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.
"Realitas ini tentu harus kita antisipasi sebaik dan sedini mungkin dengan meningkatkan upaya antisipasi pencegahan dan penanganan sebelum dan pasca bencana, mengingat ancaman terjadinya bencana selalu ada maka koordinasi integrasi sinkronisasi dan simplikasi senantiasa terus kita lakukan secara sistematis dan terpadu guna meminimalisasi dampak yang terjadi sebelum dan pasca bencana," kata Gubernur yang diwakili oleh Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Edison Humiang pada Rapat Koordinasi Penanganan Bencana di Ruang FJ Tumbelaka, Jumat (30/11/18).
Karenanya, dalam acara yang digagas Biro Kesejahteraan Rakyat ini, dirinya berharap agar berbagai upaya daya antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana semakin meningkat, koordinasi antara stakeholders terkait (Pemerintah, TNI-POLRI, Masyarakat) semakin baik, pola penanganan pasca bencana juga semakin cepat, tepat dan profesional sehingga makin meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah dalam upaya melindungi masyarakat dari potensi ancaman bencana yang ada.
Sebagaimana diketahui, secara topografi sebagian besar wilayah dataran Sulawesi Utara terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit diselingi oleh lembah yang membentuk dataran terdapat 12 gunung berapi dengan ketinggian diatas 1000 m dari permukaan laut di antaranya Gunung Klabat, Gunung Lokon, Gunung Ruang, Gunung Karangetan.
Wilayah Sulawesi Utara termasuk dalam wilayah rawan bencana seperti Kawasan rawan bencana gempa dan letusan gunung berapi meliputi kawasan yang terletak di zona patahan aktif yaitu : sesar Amurang-Belang, sesar Ratatotok, sesar Likupang , sesar Lembeh, sesar Bolaang Mongondow, dan sesar Manado-Kema.
Kawasan rawan bencana tanah longsor meliputi Sangihe, Sitaro, Manado, Jalan Manado-Amurang, Manado-Tomohon, Noongan-Ratahan-Belang dan Torosik, Bolsel.
Kawasan rawan gelombang pasang meliputi pesisir pantai utara dan selatan Provinsi yang memiliki elevasi rendah, kawasan rawan gerakan tanah di kawasan pegunungan.
Kawasan rawan banjir meliputi daerah muara sungai dataran banjir dan dataran aluvial terutama di sepanjang sungai di Manado Bolaang Mongondow Utara Bolaang Mongondow Minahasa Tenggara dan Bolang Mongondow Timur.
Kawasan rawan gelombang tsunami meliputi daerah pesisir pantai dengan elevasi rendah atau berpotensi atau pernah mengalami tsunami yang tersebar di seluruh wilayah provinsi.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kemenko PMK RI Sonny Harry Budiutomo Harmadi dalam materinya memaparkan Rakor penangangan bencana ini sangatlah penting mengingat Index Kerawanan Bencana Provinsi Sulut dalam kategori tinggi.
"Gempa bumi, gunung meletus, tanah bergerak sejatinya adalah fenomena alam. Untuk itu kita harus mempersiapkan masyarakat kita agar memiliki karakter mental kuat dalam menghadapi bencana. Dengan cara antara lain edukasi mengenai pencegahan dengan tidak mendirikan bangunan diatas wilayah sesar aktif, membangun infrastruktur dan tata ruang dengan struktur aman kerawanan bencana, sosialisasi dan simulasi bencana bagaimana agar masyarakat mengenal jalur evakuasi dan tidak panik, serta pasca bencana bagaimana masyarakat dapat beradaptasi dalam menolong dirinya sendiri terlebih dahulu," papar Sonny.
Agenda acara yang berlangsung satu hari itu diisi pula dengan diskusi dan pemaparan skenario bencana dan penanganannya. Turut pula hadir Asisten Deputi Penanganan Pasca Bencana Kemenko PMK RI Detty Rosita, Kepala BPBD Sulut Joi Oroh beserta jajaran, Dinas Sosial se Kab/Kota Prov Sulut, unsur TNI dan POLRI, BASARNAS, TAGANA, Himpunan Perawat Gawat Darurat Indonesia (HIGABI), ORARI, RAPI, serta SKPD terkait di Lingkungan Prov Sulut.(jm*)