Iklan

February 5, 2019, 14:13 WIB
Last Updated 2019-02-05T22:13:32Z
Hukrim

Lakukan Aksi Mogok Makan, Imigran Asal Afganistan Tak Berdaya di Rumah Sakit Advent

Jurnal,Manado - Para pencari suaka yang ada di Imigrasi Manado belum lama ini melakukan aksi mogok makan. Ini merupakan bentuk protes karena merasa diperlakukan tidak adil. Alhasil, dua pencari suaka yakni Amira(44) dan Akila(44) harus diopname di Rumah Sakit Advent Manado.

Ditemui wartawan, Selasa (5/2/2019) malam, Amira pun menumpahkan keluh kesah menjadi pencari suaka. 

"20 tahun menjadi tahanan PBB duka ini tak kunjung berakhir," tutur Amira dengan suara pelan.
Lanjut Ibu dari tiga orang anak ini, sejak tanggal 1 Februari 2019, PBB telah menghentikan bantuan untuk mereka. Dan, sesuai perkataan pihak Imigrasi Manado, para pencari suaka asal Afganistan berkisar 12 orang menjadi tanggung jawab Imigrasi Manado.

Namun disayangkan, justru inilah yang menjadi protes para pencari suaka tersebut, disinyalir mereka diperlakukan seperti tahanan.

"Dua adik kami yang masih duduk di bangku SD tidak diperbolehkan sekolah lagi. Kami tidak bisa keluar, pintu digembok dari luar," ujar Yahya(19) juga seorang imigran.

Makanan yang diberikan pula itu siap saji. "Seperti makanan yang ada di penjara. Ayah kami sekarang sedang sakit, menurut ibu lebih baik berikan bahan makanan nanti ibu sendiri yang memasaknya, kan ibu tau makanan yang boleh di makan ayah," ungkap Yahya.

Ditambahkannya, sebagai manusia mereka menginginkan perlakukan yang wajar seperti lainnya, walaupun secara sadar mereka pun mengerti situasi dan kondisi saat ini.

"Kami sudah 20 tahun jadi tahanan PBB. Saya saja lahir di Indonesia, bahkan adik-adik saya diberi nama Tahanan PBB dan Tahanan PBB 2. Sungguh tak masuk akal memberikan nama tersebut terhadap adik-adik saya, tapi itulah bentuk ketidaksanggupan seorang ibu dengan keadaan yang diterima sekaligus protes," tutur Yahya.

Kalaupun diberikan pilihan, dirinya bersama keluarga yang lain sangat ingin menjadi Warga Negara Indonesia  (WNI).

"Apadaya, informasi yang kami terima sangat berat. Harus 50 tahun tinggal di Indonesia, dan harus memiliki paspor. Kami terbelenggu dan tak berdaya," welas dia.

Mereka (pencari suaka asal Afganistan) juga merasa keberatan atas syarat yang diberikan PBB.

"Kami bisa ditanggung PBB lagi asal melupakan kejadian 20 tahun silam," kata Yahya, sembari menambahkan bila keadaan serupa pun pernah dialami saat tinggal di Imigrasi Sumbawa beberapa tahun lalu.

"Tolong kami, kami juga manusia, negara kami kacau balau, disini kami tersiksa oleh situasi dan kondisi. Bantu kami, bantu kami bapak/ibu yang duduk di instansi Hukum dan HAM. Kami berhak untuk hidup, kami berhak untuk mengecam pendidikan," tandas Yahya yang didampingi saudari sepupu Fatima.

Terinformasi, Amira dan Akila dirawat di Rumah Sakit Advent sejak sabtu pekan lalu, hingga ini diberitakan. (jane)