
Jurnal Manado - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) gerak cepat menekan angka stunting. Target nasional tahun 2024 berada di 14 persen optimis tercapai.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana (Dukcapil-KB) Sulut Lynda Watania membeberkan, angka stunting di bumi nyiur melambai saat ini berada di angka 21,6 persen.
"Tiap tahun ditargetkan turun 3 persen. Tahun 2023, target kita 16 persen. Hingga tahun 2024 sudah di bawah 14 persen," ujar Lynda, di ruang kerjannya, belum lama ini.
Menurutnya, Pemprov Sulut di bawah arahan Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) berperan aktif dalam penanganan penurunan stunting.
"Terus mengkordinasikan, membina, mengevaluasi serta mendorong stakehoulder terkait untuk bersama-sama melaksanakan percepatan penanganan penurunan stunting," ungkapnya.
Adapun TPPS, lanjut Lynda terdiri dari Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pangan, Dinas Perikanan, Dinas PUPR, Dinas Perkim, akademisi rektor dan poltekes, kepala daerah bupati/wali kota dan forkopimda.
"Semua komponen ini dikerahkan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur dalam TPPS," kata dia.
Lynda menjelaskan, Gubernur dan Wakil Gubernur mendorong instansi terkait yang memiliki tupoksi.
Sebagai contoh, di Dinas Perkim. Semua data kampung KB yang memiliki kekurangan air bersih untuk segera ditangani Dinas Perkim.
Dinas Kesehatan mendata anak-anak yang sejak nol sampai 1000 hari kehidupan. "Dikawal terus dari hamil sampai usia dua tahun diintervensi dari Dinkes," tuturnya.
Ada juga Dinas Pangan, bagaimana pendistribusinya sampai ke desa-desa KB. Kemudian Perikanan, mendorong perikanan agar supaya hasil tangkapannya bukan hanya dijual atau dikirim langsung ke pabrik, tapi juga meningkatkan protein bagi anak-anak di rumah.
"Menjadi tugas pemerintah dan TPPS mensosialisasi kepada masyarakat. Karena sangat penting, sekaligus mendorong organisasi masyarakat, sampai ke tingkat desa/kelurahan hingga posyandu menyampaikan tentang pentingnya gizi bagi bayi atau intervensi kesehatan bagi ibu 1000 hari pertama kandungan (HPK)," terangnya.
"Jadi Gubernur dan Wakil Gubernur melihat sektor-sektor mana yang harus diintervensi, termasuk keterlibatan Forkopimda," sambungnya.
Dia menambahkan terkait indikasi stunting. Menurutnya, penilaian terhadap gizi bayi sampai usia 2 tahun. Dilihat dari sanitasi atau lingkungan, kekurangan gizi atau asupan tidak mencukupi, bisa juga karena orang tua tidak memiliki kompetensi untuk memberikan asupan gizi kepada sang anak.
"Bisa juga pernikahan dini, kelahiran anak yang tidak direncanakan atau waktu potensi perempuan melahirkan. Artinya itu harus dikendalikan," tandasnya.(*)