Jurnal,Mitra - Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) khususnya Kecamatan Belang, Ratatotok, Ratahan Timur, Tombatu Utara dan Pusomaen saat ini menghadapi masalah ekstrem terkait air.
Staf Khusus Bupati Mitra Ronny Soputan yang juga sebagai Akademisi menjelaskan bahwa Permasalahan ini telah mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi, yaitu bencana hidrometeorologi yang disebabkan oleh kelebihan air seperti banjir dan tanah longsor. Hal ini telah memicu air menggenangi di permukiman penduduk.
Curah hujan dengan intensitas tinggi juga menyebabkan debit air sungai meluap, karena terjadi pendangkalan Sungai, mengakibatkan sungai tak mampu lagi menampung air yang masuk ke sungai tersebut.
Pada wilayah-wilayah pegunungan, berlereng, larikan air yang liar di permukaan tanah, menyapu dan mengupas lapisan tanah permukaan dan membawanya ke permukiman penduduk. Lumpur tersebut mengendap di selokan menyebabkan saluran draenase tersumbat, yang bukan saja oleh lumpur, tetapi juga sampah-sampah yang terbawah aliran air yang liar itu.
Semua itu melibatkan berbagai hal yang tidak hanya terkait air, tetapi juga tata kelola daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu. Di Kabupaten Minahasa Tenggara terdapat hulu sungai seperti gunung surat, gunung kawatak-manimporok dan gunung soputan.
Dari gunung-gunung yang hijau tersebut menciptakan mata air dan mengalir membentuk sungai. Air sungai tersebut dimanfaatkan penduduk sebagai sumber air minum, air mandi, momasa.
Selain itu, juga digunakan untuk irigasi lahan basah (sawah), serta untuk kebutuhan perikanan dan peternakan.
Banyak hal dapat dilakukan sebagai sumbangsih dalam memuliakan keberadaan air. Sebagaimana manusia, alam juga memiliki “hukum”, karenanya perilaku terhadap alam--termasuk air di dalamnya, perlu di rawat dengan baik, maka air akan bersahabat dengan manusia, namun bila tidak, air bisa berubah menjadi sumber bencana hidrometeorologi dengan kedahsyatan dampak yang ditimbulkan.
Air, adakalanya disayang-sayang namun kadang malah dibuang-buang. Bila tak ada akan dicari-cari, ketika datang berlimpah dihindari. Ketika air tak ada, bikin kita merana, dan ketika air murka, kita akan sengsara.
Terlibat dalam kegiatan penghijauan sebagai upaya konservasi air seperti penanaman pohon di hutan, lahan gundul, atau setidaknya di sekitar rumah.
Manfaat pohon adalah mampu meningkatkan volume air. Laporan Environment Bamboo Foundation (EBF) menyatakan bahwa debit air di suatu lahan meningkat setelah beberapa tahun ditanami bambu. Bahkan, di beberapa kasus keberadaan bambu dapat memunculkan mata air baru.
Kita bisa membangun perilaku berkelanjutan agar air tetap menjadi sahabat dalam kehidupan. Air, semestinya sebagai sumber kehidupan, bukan sumber bencana. Karenanya, perlu dikembangkan sistem pemantauan untuk memitigasi bencana hidrometeorologi seperti banjir yang biasanya terjadi di hilir sungai, tanpa mengabaikan bagian hulu sungai.
Pada saat kejadian bencana banjir dan tanah longsor, telah memacu kepedulian sosial (MAPALUS), seperti kerja bakti dan sumbangan material berupa makanan baik yang dilakukan perorangan, swasta, dan pemerintah.
Dalam jangka panjang, Kapan Lagi torang mo baku mapalus for batanang di kawasan hutan yang telah kritis.(hak/Catatan bung Ronny Soputan)