Jurnal Manado – Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Yulius Selvanus mendorong penggunaan obligasi daerah sebagai alternatif strategis untuk membiayai pembangunan, menyusul proyeksi penurunan signifikan Transfer ke Daerah (TKD). Pandangan ini disampaikan Gubernur Yulius saat menjadi pembicara utama dalam Sarasehan Nasional Obligasi Daerah yang berlangsung di Kantor Gubernur Sulut, Manado, Rabu (19/11/2025).
Acara yang dihadiri oleh para kepala daerah, akademisi, dan perwakilan lembaga keuangan ini berfokus pada diskusi seputar peluang dan tantangan penerbitan obligasi daerah dalam upaya mengakselerasi pembangunan daerah.
Dalam presentasinya, Gubernur Yulius membeberkan kondisi faktual fiskal daerah, menyoroti tantangan berat yang dihadapi Sulut. Ia mengungkapkan bahwa alokasi TKD untuk Sulut diperkirakan akan turun drastis dari sekitar Rp14 triliun pada tahun 2025 menjadi hampir Rp11 triliun pada tahun 2026.
"Penurunan ini berdampak langsung dan menempatkan kapasitas fiskal Sulut dalam kategori rendah, sesuai dengan regulasi PMK No. 65 Tahun 2024," jelas Yulius.
Meskipun menghadapi hambatan finansial, Gubernur menekankan pentingnya sikap pantang menyerah. Ia menyerukan agar para pemimpin daerah berani mengambil keputusan sulit dan menghadapi persoalan secara langsung, tidak hanya saat situasi kondusif.
Gubernur Yulius menyambut baik inisiatif Badan Anggaran MPR RI yang mendorong inovasi pembiayaan melalui obligasi daerah. Ia melihat instrumen ini sebagai solusi potensial, didukung oleh kekuatan geografis dan potensi sumber daya alam Sulut, termasuk keberadaan tambang emas yang signifikan.
Ia memaparkan posisi strategis Sulut, dengan mayoritas wilayah (73,25%) berupa laut, berbatasan langsung dengan Filipina, dan diapit oleh jalur pelayaran internasional ALKI II dan ALKI III.
"Fakta-fakta ini memperkuat peluang Sulut untuk bertransformasi menjadi pusat logistik dan ekonomi regional di masa mendatang," ujarnya.
Yulius juga menyebut karakter masyarakat Sulut yang toleran dan memegang teguh filosofi "sitou timou tumoutou" sebagai landasan penting bagi stabilitas pembangunan daerah.
Untuk mencapai target ambisius dalam Visi RPJMD 2025–2029, seperti pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 7,8–8,08% (dari saat ini 5,64%), dibutuhkan dukungan pembiayaan yang kuat dan berkelanjutan.
Gubernur menjelaskan perbedaan mendasar antara obligasi daerah yang bersifat umum dan sukuk daerah yang berbasis prinsip syariah. Ia juga mencontohkan keberhasilan negara-negara maju seperti Tiongkok, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat yang telah lama memanfaatkan obligasi sebagai sumber pembiayaan hingga di tingkat pemerintahan kota.
Diharapkan, hasil sarasehan ini dapat merumuskan kebijakan visioner yang mendorong keberanian pemerintah daerah untuk mengadopsi langkah-langkah inovatif demi mempercepat pembangunan di Sulut dan Indonesia secara keseluruhan.
(postman)
