Jurnal Manado – 14 November 2025
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 telah menjadi ancaman kesehatan utama di Sulawesi Utara, dengan angka prevalensi yang secara konsisten melampaui rata-rata nasional. Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi overweight—faktor risiko utama DM—mencapai 47,1% pada dewasa usia 18–59 tahun di provinsi ini, jauh di atas angka nasional 30,2%. Temuan ini diperkuat oleh studi Siagian et al. (2025) di Puskesmas Bahu, Manado, yang mencatat 9.721 kasus DM di Sulawesi Utara pada 2023, dengan risiko 14,9 kali lebih tinggi pada individu berriwayat keluarga DM dan 60,4 kali lebih tinggi pada mereka dengan kebiasaan makan buruk.
SKI 2023 melaporkan prevalensi obesitas dewasa di Sulawesi Utara sebesar 30,6%—peringkat ketiga nasional—disertai obesitas sentral 45,7%, tertinggi bersama DKI Jakarta. Lonjakan ini menjadikan DM sebagai penyakit tidak menular dominan setelah hipertensi, dengan 12.991 kasus di Manado saja pada 2022.
Penyebab Prevalensi Tinggi di Sulawesi Utara
Analisis data Riskesdas 2018 oleh Septia Nurrahmah (2024) menunjukkan faktor multifaktorial mendorong prevalensi DM lebih tinggi daripada nasional:
1. Transisi Gizi dan Urbanisasi: Sulawesi Utara mengalami pergeseran pola makan ke makanan olahan tinggi gula, lemak, dan garam, ditambah penurunan aktivitas fisik akibat urbanisasi cepat di Manado dan sekitarnya. Studi Riskesdas 2018 menemukan konsumsi buah-sayur “cukup” justru berkorelasi dengan overweight (OR 1,397). Hal ini bisa jadi diakibatkan penyajian buah yang dikombinasi dengan susu kental manis atau gula seperti salad buah.
2. Faktor Sosioekonomi dan Ketidakaktifan: Pengangguran meningkatkan risiko overweight (OR 1,141), dengan akses terbatas ke makanan bergizi. Meski kemiskinan Minahasa turun dari 6,87% (2023) menjadi 6,53% (2024), ketidakaktifan fisik pada kelompok moderat tetap mendominasi (OR 1,378).
3. Biologis dan Genetik: Usia 41–59 tahun (OR 1,787) dan perempuan (OR 1,927) paling rentan akibat penurunan metabolisme dan pengaruh hormonal. Riwayat keluarga memperbesar risiko hingga 14,9 kali, sementara kebiasaan makan buruk mencapai 60,4 kali.
4. Lingkungan Obesogenik: Urban menunjukkan prevalensi 48,9% versus rural 45,8%, didorong akses mudah makanan cepat saji dan transportasi bermotor.
Solusi Berbasis RAD PG Sulut 2023–2026 dan Kolaborasi Lokal
Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (RAD PG) Gubernur Sulawesi Utara 2023–2026 menetapkan target penurunan prevalensi DM melalui integrasi primer, sekunder, dan tersier. Implementasi konkret meliputi:
1. Pencegahan Primer: Kampanye “CERDIK” (Cek kesehatan rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin olahraga, Diet seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres) di seluruh puskesmas, dengan edukasi kualitas pangan berbasis FFQ untuk hindari jebakan konsumsi buah-sayur semu.
2. Kolaborasi Interprofesional (IPC): Workshop APEC Diabetes Melitus 2025 di Poltekkes Kemenkes Manado (1–2 Juli) menghasilkan rekomendasi IPC nasional-internasional, melibatkan IDI, PERKENI, PPNI, dan rumah sakit vertikal. Model ini wajib diadopsi di 15 kabupaten/kota Sulut untuk skrining komunitas terpadu.
3. Dukungan Lokal: Alokasi APBD untuk program kerja aktif di sektor pertanian dan perikanan, promosi olahraga via komunitas adat Minahasa, serta integrasi data SKI-Riskesdas ke sistem surveilans provinsi.
Data membuktikan Sulawesi Utara berada di persimpangan krisis DM. RAD PG 2023–2026 dan momentum IPC dari Poltekkes Manado menyediakan blueprint jelas. Eksekusi tegas hari ini akan menekan angka prevalensi dan menyelamatkan generasi mendatang.
Penulis: Septia Nurrahmah dan Ratri Ciptaningtyas
Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
