"The Daddies," julukan legendaris bagi pasangan ganda putra bulu tangkis Indonesia Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan, bukan sekadar nama panggilan, melainkan sebuah simbol kehebatan, ketenangan, dan manajemen karier yang luar biasa. Julukan ini melekat karena status mereka sebagai ayah yang masih mampu bersaing di level tertinggi olahraga profesional, melawan atlet yang jauh lebih muda. Profil mereka adalah kisah inspiratif tentang bagaimana pengalaman, strategi, dan kerja sama tim dapat mengungguli energi masa muda.
Berikut adalah berita profil terbaik tentang duo legendaris ini, merangkum perjalanan karier, keunggulan, dan warisan mereka.
"The Daddies": Kisah Legenda Bulu Tangkis Indonesia yang Melampaui Batas Usia
Pasangan ganda putra Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan, yang akrab disapa "The Daddies", telah mengukir sejarah sebagai salah satu duet bulu tangkis paling sukses dan dikagumi di dunia. Karier mereka yang terbentang lebih dari satu dekade, sebelum akhirnya resmi pensiun bersama pada turnamen Indonesia Masters 2025, penuh dengan prestasi gemilang dan cerita inspiratif.
Keunggulan yang Membuat Mereka Disegani
Julukan "mesin pembunuh" atau "The Killer Machine" kadang muncul sebagai ekspresi kekaguman atas performa mereka yang konsisten dan mematikan di lapangan. Beberapa keunggulan utama yang membuat mereka sangat disegani dan meraih banyak gelar bergengsi meliputi:
Pengalaman dan Ketenangan: Dikenal sangat tenang di bawah tekanan, mereka mampu mengendalikan tempo permainan, dan jarang melakukan kesalahan sendiri yang tidak perlu. Hendra, khususnya, mendapat julukan "Dewa" karena kemampuan teknisnya yang luar biasa, termasuk trick shot dan penempatan bola yang cerdas dan tak terduga.
Rotasi dan Chemistry: Ahsan/Hendra memiliki pemahaman yang mendalam satu sama lain. Rotasi mereka mulus, memaksimalkan kekuatan Ahsan di depan net dan smes kerasnya, serta kecerdasan Hendra dalam membangun serangan.
Konsistensi di Usia Tidak Muda: Salah satu aspek paling menonjol adalah kemampuan mereka untuk tetap kompetitif dan meraih gelar-gelar besar bahkan ketika pasangan lain jauh lebih muda. Ini menunjukkan manajemen fisik dan strategi permainan yang sangat baik.
Garis Waktu Karier Utama dan Prestasi Paripurna
Duet ini dibentuk pada akhir 2012, dan dengan cepat menunjukkan potensi mereka. Periode puncak dominasi pertama terjadi pada 2013-2016, di mana mereka meraih dua gelar Kejuaraan Dunia BWF.
Setelah sempat berpisah pasca Olimpiade Rio 2016, reuni mereka pada 2018 menandai "kelahiran kembali" yang mengejutkan dunia. Periode kedua ini ditandai dengan kemenangan fenomenal gelar Kejuaraan Dunia ketiga mereka pada 2019 dan gelar All England kedua mereka di tahun yang sama.
Sepanjang karier mereka sebagai pasangan, "The Daddies" telah meraih koleksi gelar yang sangat lengkap dan diidam-idamkan oleh banyak pebulu tangkis, antara lain:
Kejuaraan Dunia BWF (3 kali): 2013, 2015, dan 2019.
All England Open (2 kali): 2014 dan 2019.
Medali Emas Asian Games (1 kali): 2014 di Incheon, Korea Selatan.
BWF World Tour Finals/Super Series Finals: Beberapa gelar di turnamen akhir musim.
Warisan Abadi
Sebelum berpasangan, baik Hendra maupun Ahsan telah menorehkan prestasi signifikan dengan pasangan masing-masing. Hendra Setiawan mencapai puncak karier pertamanya dengan Markis Kido, memenangkan Medali Emas Olimpiade Beijing 2008 dan Juara Dunia 2007. Sementara Ahsan bersama Bona Septano adalah pasangan yang konsisten dan disegani.
Pemasangan Ahsan/Hendra adalah keputusan strategis yang terbukti jitu, menggabungkan ketenangan Hendra dengan kekuatan Ahsan, menghasilkan duet legendaris. Karier mereka dikenang tidak hanya karena gelar, tetapi juga karena gaya bermain yang indah, sportivitas tinggi, dan kemampuan mereka untuk tetap kompetitif melawan atlet yang jauh lebih muda, menjadikannya legenda hidup bulu tangkis Indonesia yang warisannya akan terus menginspirasi generasi mendatang.
(*)