Iklan

May 7, 2013, 15:30 WIB
Last Updated 2013-05-07T22:30:41Z
NasionalUtama

OPM Dirikan Kantor di Oxford, Mantan BIN Katakan Harus Lakukan Serangan Balik

JURNAL,JAKARTA-Seperti diungkapkan oleh Ketua Parlemen Nasional Papua Barat Buchtar Tabuni bahwa kantor Organisasi Papua Merdeka akan dibangun di Oxford Inggris. Selain itu juga di negara tetangga Indonesia.

"Tentu di negara-negara yang mendukung Papua, tapi masih rahasia. Kami akan umumkan jika sudah diresmikan," kata Tabuni, Selasa, 7 Mei 2013.

Menurutnya, Pendirian di Oxford ini agar lebih memudahkan aktivitas penggalangan internasional terhadap status Papua. Oxford dianggap lebih demokratis dalam menerima pandangan kebebasan sebuah bangsa.
"Pendiri sekaligus kepala kantor OPM di Oxford adalah Benny Wenda, pria kelahiran Papua tahun 1975 silam. Pada tahun 1977,"terangnya.

Terkait dengan Wenda dikisahkan oleh Tabuni, ketika ia berusia 2 tahun, militer Indonesia melakukan serangan udara dan membunuh ribuan orang, termasuk keluarganya. Dia kemudian dibesarkan oleh pamannya dan menghabiskan lima tahun tinggal di hutan.

Wenda, yang menolak Indonesia, terus dikejar petugas. Dia pernah ditangkap dan dipenjara pada 6 Juni 2002 di Jayapura, setelah dituduh memprovokasi massa membakar kantor polisi. Hukumannya 25 tahun. Dalam penjara, Benny, mantan mahasiswa di Jayapura itu, berpikir keras untuk melarikan diri. Sampai suatu saat ia mendapat kesempatan dan kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002.

Wenda terus melewati perbatasan Papua Nugini. Dengan dibantu sekelompok orang, ia akhirnya lolos ke Inggris. Benny adalah warga negara Inggris. "Tapi yang benar adalah dia warga Papua Barat. Di Inggris itu hanya untuk sementara," kata Tabuni.

Kampanye Wenda di luar negeri juga membumi. Ia beberapa kali berkunjung di negara-negara Afrika, juga di Pasifik. Sampai akhirnya, pemerintah Indonesia pada tahun 2011 mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk dirinya.

Belakangan, nama Wenda dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) karena polisi internasional tak menemukan unsur kriminal sebagaimana dituduhkan otoritas Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jend (Purn) AM Hendropriono mendorong agar Indonesia berani melakukan 'serangan balik' terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang membuka kantor di Oxford, Inggris.

'Serangan balik' yang dia maksud bukanlah serangan bersenjata, melainkan melakukan langkah politik luar negeri yang cerdas. Diplomasi yang jitu dapat melawan penggalangan dukungan separatisme dari luar negeri.

"Kita harus melakukan 'counter', penggalangan. Ini conditioning dari Intelstrat (Intelijen Strategi)," kata Hendro di Hotel Dharmawangsa, Jl Brawijaya Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (7/4/2013).

OPM sendiri juga sadar, pertempuran adalah jalan yang tak masuk akal. Maka mereka menempuh cara politis lewat penggalangan simpati luar negeri. Indonesia juga harus mampu menggalang dukungan dari luar negeri guna menumpas aksi separatis OPM.

"Separatisme berhasil karena move di internasional dan diplomasinya berhasil. Makna kemenangan pertempuran bisa hilang semuanya. Ujung tombaknya adalah politik luar negeri," kata Hendro.

Duta besar Indonesia dapat menjadi garda depan kegiatan intelijen terbuka guna menarik dukungan internasional untuk mengukuhkan kedaulatan NKRI. Maka perlu duta besar yang mumpuni untuk melaksanakan tugas semacam itu.

"Negara-negara moderen banyak menaruh mantan intelijen sebagai duta besar. Itu bukan barang yang semudah kita kira, itu perlu pengalaman," ujarnya.

Hendro menyatakan, Inggris memang merupakan salah satu negara yang berusaha menancapkan hegemoninya di wilayah Nusantara. Itu dialaminya sendiri dalam gejolak Dwikora di Kalimantan Utara (Sekarang Malaysia) medio 1960an.

"Inggris itu dari dulu gitu," ujarnya singkat.(dtc)