JURNAL,JAKARTA-Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyarankan agar pemerintah
tidak membuka semua daftar negatif investasi (DNI) jelang ASEAN Economic
Community (AEC) 2015.
Hal tersebut, ditegaskan Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, saat
ditemui di Jakarta, Jumat 10 Mei 2013. "Kami meminta pemerintah agar
tidak membuka semua negative list yang akan dikeluarkan BPKM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)," kata dia.
Sofjan mengatakan bahwa negative list itu harus dipegang
oleh bangsa sendiri. Hal ini berkaitan dengan AEC 2015. Sektor-sektor
seperti ritel, industri jasa, dan logistik harus dijalankan oleh
perusahaan nasional. Apabila tidak dipegang nasional, Indonesia hanya
menjadi pasar, bukan tuan rumah di negara sendiri.
"Kalau kita membukanya kepada asing, saya rasa para pengusaha tidak lagi menjadi tuan rumah di Indonesia," tegasnya.
Sofjan juga mengatakan bahwa Indonesia sudah kalah dalam berbagai
hal dengan negara lain, seperti manufaktur dan teknologi. Apabila mereka
ingin masuk, perusahaan asing harus bekerja sama dengan perusahaan
nasional.
"Kalau mereka ingin masuk, mereka harus joint venture dengan perusahaan nasional," kata dia.
Pria berusia lebih dari 72 tahun berujar bahwa ini bukan berarti
dia seorang antiasing. Dia hanya merasa ada ketidakadilan, misalnya di
dunia perbankan. "Saya bukannya anti asing, tetapi saya lihat unfair.
Bank asing boleh buka cabang di sini, tetapi bank nasional susah sekali
buka cabang di Singapura, Malaysia, dan China," kata dia.
Stop otonomi daerah
Sementara itu, dirinya juga menyarankan agar pemerintah
menghentikan adanya otonomi daerah. "Saya bilang, setoplah pemekaran
daerah itu," kata Sofjan.
Ia mengatakan bahwa pemerintah seharusmya memperbaiki daerah yang
sudah ada ini. Namun, pemerintah tetap saja melakukan hal itu.
Menurutnya, ada 15 persen daerah yang berhasil dalam pemekaran wilayah.
Tidak hanya itu, Sofjan juga menyesalkan adanya peraturan-peraturan
daerah (perda) yang menjadi halangan bagi pengusaha, misalnya tentang
tenaga kerja. Ada daerah yang memungut biaya untuk pelatihan tenaga
kerja dan melarang adanya perekrutan tenaga kerja dari luar daerahnya.
"Jadi, ada biaya yang dipungut daerah untuk pelatihan. Selain itu,
ada juga yang melarang perusahaan untuk mengambil tenaga kerja dari
daerah lain. Itu, kan, belum tentu kualitas tenaga kerja setempat
bagus," kata dia.(dtc)