Moskow, - Intervensi militer Mesir telah berhasil
menumbangkan Mohamad Morsi dari kursi kepresidenan. Anggota parlemen
Rusia pun memberi tanggapan terkait perkembangan gejolak politik di
negeri Piramida itu.
"Ini berarti bahwa demokrasi tak berfungsi sebagai obat mujarab, terutama di negara-negara yang bukan bagian dari dunia Barat," kata Alexei Puskov, anggota parlemen Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin seperti dikutip kantor berita Interfax dan dilansir AFP, Kamis (4/7/2013).
Sebelumnya, Morsi terpilih secara demokratis untuk menggantikan diktator Hosni Mubarak. Mubarak sendiri lengser dari kursi presiden lantaran dorongan dari para demonstran. Obama bahkan menyebut lengsernya Mubarak sebagai awal transisi demokrasi. Namun gejolak tak kunjung reda di Mesir sampai akhirnya Morsi pun digulingkan.
"Kejadian di Mesir menunjukkan bahwa tidak ada transisi cepat dan damai dari rezim otoriter ke politik demokratis," ujar kepala komite urusan luar negeri parlemen Rusia tersebut.
Meski begitu, pernyataan Puskov ini tidak merupakan sikap resmi pemerintah Rusia terhadap perubahan politi yang terjadi di Mesir. Namun, pandangannya tersebut mencerminkan pemikiran para pejabat pemerintahan di negera besar Eropa Timur itu. Kementerian Luar Negeri Rusia akan menyampaikan pernyataan resminya segera, hari ini juga.
Sebelumnya pada Rabu, 3 Juli larut malam waktu setempat, militer Mesir menyatakan berakhirnya kekuasaan Morsi. Jenderal Sisi pun mengumumkan ketua Mahkamah Konstitusi Adly Mansour sebagai presiden sementara.
Sisi juga menyerukan digelarnya kembali pemilihan presiden dan parlemen di Mesir. Pengumuman ini mendapat sambutan meriah rakyat Mesir di berbagai wilayah. Warga yang berkumpul di jalan-jalan bersorak-sorai dan menggelar pesta kembang api untuk merayakan kejatuhan Morsi.(dtc)
"Ini berarti bahwa demokrasi tak berfungsi sebagai obat mujarab, terutama di negara-negara yang bukan bagian dari dunia Barat," kata Alexei Puskov, anggota parlemen Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin seperti dikutip kantor berita Interfax dan dilansir AFP, Kamis (4/7/2013).
Sebelumnya, Morsi terpilih secara demokratis untuk menggantikan diktator Hosni Mubarak. Mubarak sendiri lengser dari kursi presiden lantaran dorongan dari para demonstran. Obama bahkan menyebut lengsernya Mubarak sebagai awal transisi demokrasi. Namun gejolak tak kunjung reda di Mesir sampai akhirnya Morsi pun digulingkan.
"Kejadian di Mesir menunjukkan bahwa tidak ada transisi cepat dan damai dari rezim otoriter ke politik demokratis," ujar kepala komite urusan luar negeri parlemen Rusia tersebut.
Meski begitu, pernyataan Puskov ini tidak merupakan sikap resmi pemerintah Rusia terhadap perubahan politi yang terjadi di Mesir. Namun, pandangannya tersebut mencerminkan pemikiran para pejabat pemerintahan di negera besar Eropa Timur itu. Kementerian Luar Negeri Rusia akan menyampaikan pernyataan resminya segera, hari ini juga.
Sebelumnya pada Rabu, 3 Juli larut malam waktu setempat, militer Mesir menyatakan berakhirnya kekuasaan Morsi. Jenderal Sisi pun mengumumkan ketua Mahkamah Konstitusi Adly Mansour sebagai presiden sementara.
Sisi juga menyerukan digelarnya kembali pemilihan presiden dan parlemen di Mesir. Pengumuman ini mendapat sambutan meriah rakyat Mesir di berbagai wilayah. Warga yang berkumpul di jalan-jalan bersorak-sorai dan menggelar pesta kembang api untuk merayakan kejatuhan Morsi.(dtc)
