
Jurnal,Manado-‘Perang’ memperebutkan kursi ketua Fraksi semakin memanas. Terbukti Anggota Fraksi Persatuan Nasional (FPN), Anton Mamonto bersikukuh mempertahankan surat masuk yang telah dibacakan oleh Ketua DPRD Sulut, pada sidang paripurna lalu dan menurut dia secara otomatis kedudukan kepengurusan FPN sudah berurbah sesuai kepengurusan dalam surat tersebut.
Bukan tidak beralasan sebab kata Mamonto bahwa surat tersebut dibuat karena ada kesepakatan dan sebuah komitmen dimana terbentuknya FPN yang beranggotakan enam personil yaitu Ayub Ali (PAN), Farid Lauma (PAN), Anton Mamonto (PKS), Djafar Alkatiri (PPP), Rosmawati Nasaru (Hanura), dalam kepengurusannya akan di roling setiap 1 tahun sekali. Namun disayangkan sudah hamper masa jabatan para legislator, masih juga belum ada pergantian seperti apa yang menjadi komitmen. Hingga surat itu dibacakan dalam paripurna atas kesepakatan bersama.
“Kami menjalankannya sesuai dengan komitmen. Dan surat yang telah dibacakan di paripurna adalah sah pergantian ketua, wakil ketua dan sekretaris,” tegas mamonto.
Namun apa yang di sampaikan oleh anton Mamonto dibantah keras oleh Ayub ali yang merupakan ketua FPN lama.
Menurutnya, surat tersebut tidak sah dan bukan atas kesepakatan bersama. Pasalnya, FPN tidak pernah mengadakan rapat untuk pergantian kepengurusan.
“Surat itu tidak benar dan rapat yang diadakan oleh ke tiga personil yaitu djafar Alkatiri, Anton Mamonto, Rosmawati Nasaru sehingga menghasilkan surat tersebut kami tegaskan illegal,” kecam Ayub.
Ayub sendiri menyayangkan sikap yang ditunjukkan oleh Anton Mamonto, dimana ia (Mamonto-red) menyatakan kembali lagi bergabung dengan PAN, bukan dengan Fraksi dengan perjanjian diatas materai, usai menyatakan pengunduran dirinya bersama dua temannya.
“Anton bersama dua personil lainnya pada waktu rapat lalu menyatakan diri mundur dari FPN dan akan bergabung di Fraksi yang lain, namun setelahnya, saudara anton sendiri yang datang kepada kami dan menyatakan kalau dirinya akan bergabung kembali bersama PAN bukan dengan fraksi.
Surat tersebut dibuat diatas materai, dan kami masih menyimpannya sebagai bukti,” bebernya. Jika dalam omongan saja sesame anggota dewan bisa berbohong, bagaimana kepada konstituen dimana tugas kita sebagai wakil rakyat adalah untuk mengayomi dan memperjuangkan aspirasi rakyat?” .
Ia juga menambahkan jika surat tersebut oleh pimpinan dewan hanya dibacakan dan bukan suatu keputusan.
Surat masuk yang dibacakan dari sturktur kepengurusan adalah Ketua Djafar Alkatiri (PPP), Wakil Ketua Rosmawati Nasaru (Hanura), Sekretaris Anton Mamonto (PKS), Anggota Ayub Ali (PAN), Farid Lauma (PAN), Akbar Datunsolang (PAN).(man)