Iklan

April 18, 2014, 02:25 WIB
Last Updated 2014-04-18T09:25:16Z
Pendidikan

Kisah Deklarasi Balfour

Pada September 1917, Duta Besar Inggris untuk Prancis Lord Francis Bertie menerima proposal tidak lazim dari Dr. M.L. Rothstein, lelaki Yahudi berdarah Rusia bermukim di Paris. Bertie menjelaskan kepada atasannya, Menteri Luar Negeri Arthur James Balfour, Rothstein meminta kepada negara-negara sekutu mempersenjatai dan menata pasukan Yahudi untuk merebut Provinsi Al-Hasa di Turki, sebuah kawasan subur di pantai timur Teluk Persia (kini masuk wilayah Arab Saudi) buat mendirikan negara Yahudi.

Rothstein yakin dia bisa mengumpulkan 120 ribu personel pada musim semi. Jumlah ini bertambah dua kali lipat jika digabung dengan pasukan sekutu. Awalnya dia mengakui rencana itu tidak realisits, namun dia yakin bisa dilaksanakan.

Pasukan gabungan ini nantinya berkumpul di Bahrain. Bila jumlahnya telah mencapai 30 ribu serdadu, serangan atas Al-Hasa sudah bisa dilakukan. Pasukan Yahudi akan segera mulai menyerbu sampai menang atau kalah, tulis Rothstein dalam suratnya, seperti dilansir British Library awal bulan ini.

Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya Rothstein. Dia cuma mengaku dokter asal Rusia. Dia memiliki putra bernama Amedee terbunuh dalam Pertempuran Verdun 1916.

Pemerintah Inggris menolak proposal Rothstein itu dengan alasan gagasannya sama sekali tidak tepat. Sekretaris pribadi Balfour kemudian menyurati Bertie pada 3 Oktober 1917, meminta dia memberitahu Rothstein proposalnya ditolak.

Kurangnya bukti dokumentasi dan biografi soal Rothstein menimbulkan asumsi rencananya itu bukan bagian dari gerakan resmi mempunyai pengaruh atau kekuatan. Apalagi tidak diketahui apa motif dari Rothstein mengajukan ide itu.

Proposal itu terasa aneh karena sejak 1913 Provinsi Al-Hasa tidak lagi agian dari Turki. Daerah ini telah direbut oleh Bani Saud, sekutu Inggris. Penguasa Bahrain dari klan Al-Khalifah juga telah mengikat perjanjian dengan Inggris sejak 1820 untuk menjaga status quo.

Meski proposal Roothstein tak dikenal dan hampir dilupakan sejarah, hal itu mencerminkan sebuah momentum pembentukan negara bagi bangsa Yahudi secara ideologi telah mengakar dalam nasionalisme Eropa dan memebutuhkan pengakuan dari kekuatan-kekuatan besar di Benua Biru itu.

Sejumlah lokasi pernah diusulkan sebagai tempat berdirinya negara Yahudi, seperti Uganda, Argentina, Rusia, Siprus, dan tentu saja Palestina. Akhirnya, sebulan setelah Inggris menolak proposal Rothstein, Balfour menyurati Lord Rothschild, bangsawan Yahudi Inggris, kemudian dikenal dengan nama Deklarasi Balfour. Dia menyampaikan Ratu dan kabinet Inggris bersimpati atas gerakan Zionis dan menyokong berdirinya negara Israel di wilayah Palestina.

Andai saja Inggris mengabulkan permintaan Rothstein. Nasib bangsa Palestina barangkali tidak seburuk seperti sekarang.(mdk)