
ZIS adalah akronim dari zakat, infak, dan sedekah. Ketiga
kata ini dikenal oleh bahasa Arab sebelum turunnya Al Qur’an dengan makna-makna
tertentu. Tetapi, perlu digarisbawahi hakikat yang menyatakan bahwa 'bahasa'
adalah sesuatu 'yang hidup'. Karena itu, selain bisa muncul atau lahir yang
baru, kata-kata yang lama pun dapat mati atau tidak digunakan lagi. Kata-kata
bisa juga berkembang. Karena itu, maknanya dapat berubah, meluas, atau
menyempit.
Al Qur'an dan Hadis Nabi tidak jarang menggunakan satu kata
dengan makna 'baru' yang kurang dikenal sebelumnya oleh pemakai bahasa itu. Di
sisi lain, pemakaian sehari-hari dan penggunaan istilah dalam berbagai bidang
ilmu melahirkan pula makna-makna baru yang agak berbeda dari makna yang
digunakan Al Qur'an dan Hadits Nabi.
Kata-kata itu, misalnya, adalah 'ibadah', 'ulama', 'kafir',
dan sebagainya. Sementara itu, di kalangan para pakar, dikenal—paling
tidak—tiga istilah: apa yang disebut pengertian kebahasaan, pengertian agama,
dan pengertian sehari-hari ('urf).
Kata 'infak' terambil dari kata berbahasa Arab infaq,
yang—menurut penggunaan bahasa—berarti "berlalu, hilang, tidak ada
lagi" dengan berbagai sebab: kematian, kepunahan, penjualan, dan
sebagainya.
Atas dasar ini, al-Qur'an menggunakan kata infq, dalam
berbagai bentuknya—bukan hanya dalam harta benda, tetapi juga selainnya. Dari
sini dapat dipahami mengapa ada ayat-ayat Al Qur’an yang secara tegas menyebut
kata 'harta' setelah kata infaq. Misalnya, surah Al Baqarah ayat 262.
Selain itu, ada juga ayat yang tidak menggandengkan kata
infaq dengan kata 'harta', sehingga ia mencakup segala macam rezeki Allah yang
diperoleh manusia dan yang dapat digunakan. Misalnya, antara lain, surah
al-Ra'd ayat 22 dan surah al-Furqan ayat
67.
Kata infaq digunakan bukan hanya menyangkut sesuatu yang
wajib, tetapi mencakup segala macam pengeluaran atau nafkah. Bahkan, kata itu
digunakan untuk pengeluaran yang tidak ikhlas sekali pun.
Firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 262 dan 265, surah
al-Anfal ayat 36, dan surah At Taubah ayat 54 merupakan sebagian ayat yang
dapat menjadi contoh keterangan di atas. Dari sini dapat dikatakan bahwa kata
infq mencakup segala macam pengeluaran (nafkah) yang dikeluarkan seseorang,
baik wajib maupun sunnah, untuk dirinya, keluarga, atau pun orang lain, secara
ikhlas atau tidak.
Dan dengan demikian, zakat dan sedekah termasuk dalam
kategori infaq. Dari segi bahasa, 'zakat' berarti 'penyucian' atau
'pengembangan'. Pengeluaran harta, bila dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan
tuntunan agama, dapat menyucikan harta dan jiwa yang mengeluarkannya serta
mengembangkannya.
Al-Qur'an dan hadits sering menggunakan kata ini dalam arti
'pengeluaran kadar tertentu dari harta benda yang sifatnya wajib dan setelah
memenuhi syarat-syarat tertentu'. Karenanya, pengeluaran itu harus disertai
dengan kesungguhan dan keikhlasan.
'Sedekah' terambil dari akar kata yang berarti
"kesungguhan dan kebenaran." Al Qur'an menggunakan kata ini sebanyak
lima kali dalam bentuk tunggal dan tujuh kali dalam bentuk jamak—kesemuanya
dalam konteks pengeluaran harta benda secara ikhlas (bandingkan dengan infaq).
Tetapi, kata "sedekah" tidak hanya digunakan untuk pengeluaran harta
yang bersifat sunnah atau anjuran, tetapi juga untuk yang wajib.
Surah at-Taubah ayat 103 memerintahkan Nabi SAW mengambil
zakat harta dari mereka yang memenuhi syarat-syarat, demikian juga surah At
Taubah ayat 60 yang berbicara tentang mereka yang berhak menerima zakat dengan
menggunakan kata 'sedekah' dalam arti zakat wajib.
Dalam pemakaian sehari-hari, kata 'zakat' digunakan khusus
untuk pengeluaran harta yang sifatnya wajib (fitrah, mal, pertanian,
perdagangan, dan sebagainya). 'Sedekah' digunakan untuk pengeluaran harta yang
sifatnya sunnah. Sementara itu, infaq mencakup segala macam pengeluaran: harta
atau bukan, yang wajib atau yang bukan, secara ikhlas atau dengan pamrih.(dtc)