
Jurnal,Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi tak hentinya mengincar koruptor secara gerilya. Jika koruptor terlalu licin dan tidak kooperatif, maka operasi tangkap tangan menjadi langkah andalan KPK.
Operasi tangkap tangan oleh petugas KPK di tahun 2014 didominasi oleh kepala daerah dan pejabat daerah lainnya. Jika pada tahun sebelumnya OTT didominasi oleh pegawai negeri sipil dan penegak hukum, tahun ini hampir semua hasil tangkap tangan KPK sekelas gubernur dan bupati.
Para pejabat tersebut kemudian dinonaktifkan atau diberhentikan dari posisinya. Berikut pejabat daerah yang terjaring operasi tangkap tangan KPK selama tahun 2014:
1. Bupati Bogor Rachmat Yasin
KPK menangkap tangan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin pada 7 Mei 2014 di Perumahan Yasmin, Bogor. Tidak hanya Yasin yang diboyong KPK pada malam itu. Petugas KPK juga membawa Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor M Zairin, dan pegawai PT BJA bernama FX Yohan Yhap, beserta tujuh orang lainnya dalam operasi tangkap tangan tersebut.
Setelah pemeriksaan selama hampir 24 jam, KPK melepaskan tujuh orang yang tertangkap tangan serta langsung menetapkan Yasin, Zairin, dan Yohan sebagai tersangka. Penetapan ketiganya sebagai tersangka terkait kasus suap pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat.
Pada 27 November 2014, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis Yasin selama lima tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 300 juta atau subsider tiga bulan kurungan penjara dan hukuman tambahan pencabutan hak dipilih selama dua tahun. Ia dianggap terbukti menerima suap dari Yohan sebesar Rp 4,5 miliar terkait proses konversi hutan lindung menjadi lahan untuk perumahan milik pengembang PT Bukit Jonggol Asri.
Yasin telah mengundurkan diri dari jabatannya pada September 2014. Namun baru awal Desember lalu Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat pemberhentiannya sebagai Bupati Bogor secara tidak hormat.
2. Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk
Bupati nonaktif Biak Numfor Yesaya Sombuk ditangkap tangan oleh penyidik KPK di sebuah hotel di Jakarta pada 16 Juni 2014. Dalam operasi tersebut, KPK juga mengamankan pengusaha bernama Teddy Renyut, Kepala Dinas Penanggulangan Bencana Kabupaten Biak berinisial Y, dua sopir, dan seorang ajudan.
Setelah melakukan pemeriksaan intensif, KPK langsung menetapkan Yesaya dan Teddy sebagai tersangka, serta membebaskan empat orang lainnya yang sempat diamankan tersebut. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap dalam proyek pembangunan tanggul laut di Biak pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta terhadap Yesaya. Ia terbukti menerima uang 100.000 dollar Singapura dari Teddy. Uang tersebut diterimanya dalam dua tahap, yakni 63.000 dollar Singapura pada 11 Juni 2014 dan 37.000 dollar Singapura pada 16 Juni 2014.
3. Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah
KPK langsung menetapkan Bupati nonaktif Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah, sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) PT Tatar Kertabumi di Kabupaten Karawang dan pencucian uang setelah ditangkap tangan KPK pada 17 Juli 2014 malam hingga 18 Juli 2014 dini hari.
Saat itu, KPK mengamankan tujuh orang yang sedang menukar uang di mal. Mereka terdiri dari pihak swasta dari PT Tatar Kertabumi, Nurlatifah, adik sepupu Nurlatifah, dan pegawai money changer. Sekitar pukul 01.46 WIB, petugas KPK baru mengamankan Ade setelah mengikuti acara safari Ramadhan dan langsung digelandang ke KPK.
Ade dan Nurlatifah menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Bandung pada 2 Desember 2014. Keduanya didakwa memeras PT Tatar Kertabumi sebesar Rp 5 miliar yang ingin meminta izin untuk pembangunan mal di Karawang. Uang itu akhirnya diberikan dalam bentuk dolar berjumlah 424.329 dolar Amerika Serikat.
Uang tersebut menjadi barang bukti dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 17 hingga 18 Juli 2014 dini hari. Pada 7 Oktober 2014, KPK juga menetapkan Ade dan istrinya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan pasal mengenai TPPU kepada pasangan suami istri ini tak lepas dari hasil pengembangan KPK terhadap penyidikan dugaan pemerasan yang juga menjerat Ade dan Nurlatifah.
4. Gubernur Riau Annas Maamun
KPK menangkap tangan Gubernur nonaktif Riau Annas Maamun pada 25 September 2014 di kediamannya di Perumahan Citra Grand, Cibubur, Jakarta. Selain Annas, KPK juga menangkap tangan delapan orang lainnya, antara lain Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia di Riau Gulat Medali Emas Manurung, isteri dan anak Annas, ajudan Annas, seorang supir, serta seorang pegawai negeri sipil.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta yang diduga diberikan Gulat kepada Annas. Jika dikonversi ke dalam rupiah, jumlahnya sekitar Rp 2 miliar. Di samping itu, KPK mengamankan uang 30.000 dollar AS dalam operasi tangkap tangan yang sama.
Berkas perkara Gulat telah rampung dan kasusnya telah naik ke persidangan sejak awal Desember. Menurut surat dakwaan Gulat, Annas diduga menerima suap dari Gulat agar status hutan tanaman industri (HTI) seluas 140 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, diubah menjadi area peruntukan lainnya.
5. Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron
Dalam operasi tangkap tangan yang melibatkan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron, KPK turut memboyong tiga orang lainnya ke gedung KPK, Jakarta. Operasi tangkap tangan itu dilakukan pada 1 Desember 2014 siang hingga 2 Desember 2014 dini hari.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif selama lebih dari 24 jam, KPK langsung menetapkan KPK menetapkan Fuad, ajudan Fuad bernama Rauf, Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko, dan anggota TNI Angkatan Laut bernama Darmono sebagai tersangka.
Dari tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang sebesar RP 700 juta dari tangan Rauf yang disimpan dalam sebuah mobil. Penyidik pun menyita tiga koper besar berisi uang yang ditaksir senilai Rp 4 miliar dari rumah Fuad di Bangkalan.
Dalam kasus ini, Antonio merupakan pihak pemberi uang dan Fuad sebagai pihak penerima uang. Sedangkan Rauf dan Darmono berperan sebagai perantara suap. Rauf merupakan perantara uang dari pihak Fuad sebagai penerima suap, sementara Darmono merupakan perantara dari pihak Antonio sebagai pemberi suap.(kps)
Operasi tangkap tangan oleh petugas KPK di tahun 2014 didominasi oleh kepala daerah dan pejabat daerah lainnya. Jika pada tahun sebelumnya OTT didominasi oleh pegawai negeri sipil dan penegak hukum, tahun ini hampir semua hasil tangkap tangan KPK sekelas gubernur dan bupati.
Para pejabat tersebut kemudian dinonaktifkan atau diberhentikan dari posisinya. Berikut pejabat daerah yang terjaring operasi tangkap tangan KPK selama tahun 2014:
1. Bupati Bogor Rachmat Yasin
KPK menangkap tangan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin pada 7 Mei 2014 di Perumahan Yasmin, Bogor. Tidak hanya Yasin yang diboyong KPK pada malam itu. Petugas KPK juga membawa Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor M Zairin, dan pegawai PT BJA bernama FX Yohan Yhap, beserta tujuh orang lainnya dalam operasi tangkap tangan tersebut.
Setelah pemeriksaan selama hampir 24 jam, KPK melepaskan tujuh orang yang tertangkap tangan serta langsung menetapkan Yasin, Zairin, dan Yohan sebagai tersangka. Penetapan ketiganya sebagai tersangka terkait kasus suap pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat.
Pada 27 November 2014, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis Yasin selama lima tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 300 juta atau subsider tiga bulan kurungan penjara dan hukuman tambahan pencabutan hak dipilih selama dua tahun. Ia dianggap terbukti menerima suap dari Yohan sebesar Rp 4,5 miliar terkait proses konversi hutan lindung menjadi lahan untuk perumahan milik pengembang PT Bukit Jonggol Asri.
Yasin telah mengundurkan diri dari jabatannya pada September 2014. Namun baru awal Desember lalu Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat pemberhentiannya sebagai Bupati Bogor secara tidak hormat.
2. Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk
Bupati nonaktif Biak Numfor Yesaya Sombuk ditangkap tangan oleh penyidik KPK di sebuah hotel di Jakarta pada 16 Juni 2014. Dalam operasi tersebut, KPK juga mengamankan pengusaha bernama Teddy Renyut, Kepala Dinas Penanggulangan Bencana Kabupaten Biak berinisial Y, dua sopir, dan seorang ajudan.
Setelah melakukan pemeriksaan intensif, KPK langsung menetapkan Yesaya dan Teddy sebagai tersangka, serta membebaskan empat orang lainnya yang sempat diamankan tersebut. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap dalam proyek pembangunan tanggul laut di Biak pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta terhadap Yesaya. Ia terbukti menerima uang 100.000 dollar Singapura dari Teddy. Uang tersebut diterimanya dalam dua tahap, yakni 63.000 dollar Singapura pada 11 Juni 2014 dan 37.000 dollar Singapura pada 16 Juni 2014.
3. Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah
KPK langsung menetapkan Bupati nonaktif Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah, sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) PT Tatar Kertabumi di Kabupaten Karawang dan pencucian uang setelah ditangkap tangan KPK pada 17 Juli 2014 malam hingga 18 Juli 2014 dini hari.
Saat itu, KPK mengamankan tujuh orang yang sedang menukar uang di mal. Mereka terdiri dari pihak swasta dari PT Tatar Kertabumi, Nurlatifah, adik sepupu Nurlatifah, dan pegawai money changer. Sekitar pukul 01.46 WIB, petugas KPK baru mengamankan Ade setelah mengikuti acara safari Ramadhan dan langsung digelandang ke KPK.
Ade dan Nurlatifah menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Bandung pada 2 Desember 2014. Keduanya didakwa memeras PT Tatar Kertabumi sebesar Rp 5 miliar yang ingin meminta izin untuk pembangunan mal di Karawang. Uang itu akhirnya diberikan dalam bentuk dolar berjumlah 424.329 dolar Amerika Serikat.
Uang tersebut menjadi barang bukti dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 17 hingga 18 Juli 2014 dini hari. Pada 7 Oktober 2014, KPK juga menetapkan Ade dan istrinya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan pasal mengenai TPPU kepada pasangan suami istri ini tak lepas dari hasil pengembangan KPK terhadap penyidikan dugaan pemerasan yang juga menjerat Ade dan Nurlatifah.
4. Gubernur Riau Annas Maamun
KPK menangkap tangan Gubernur nonaktif Riau Annas Maamun pada 25 September 2014 di kediamannya di Perumahan Citra Grand, Cibubur, Jakarta. Selain Annas, KPK juga menangkap tangan delapan orang lainnya, antara lain Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia di Riau Gulat Medali Emas Manurung, isteri dan anak Annas, ajudan Annas, seorang supir, serta seorang pegawai negeri sipil.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta yang diduga diberikan Gulat kepada Annas. Jika dikonversi ke dalam rupiah, jumlahnya sekitar Rp 2 miliar. Di samping itu, KPK mengamankan uang 30.000 dollar AS dalam operasi tangkap tangan yang sama.
Berkas perkara Gulat telah rampung dan kasusnya telah naik ke persidangan sejak awal Desember. Menurut surat dakwaan Gulat, Annas diduga menerima suap dari Gulat agar status hutan tanaman industri (HTI) seluas 140 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, diubah menjadi area peruntukan lainnya.
5. Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron
Dalam operasi tangkap tangan yang melibatkan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron, KPK turut memboyong tiga orang lainnya ke gedung KPK, Jakarta. Operasi tangkap tangan itu dilakukan pada 1 Desember 2014 siang hingga 2 Desember 2014 dini hari.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif selama lebih dari 24 jam, KPK langsung menetapkan KPK menetapkan Fuad, ajudan Fuad bernama Rauf, Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko, dan anggota TNI Angkatan Laut bernama Darmono sebagai tersangka.
Dari tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang sebesar RP 700 juta dari tangan Rauf yang disimpan dalam sebuah mobil. Penyidik pun menyita tiga koper besar berisi uang yang ditaksir senilai Rp 4 miliar dari rumah Fuad di Bangkalan.
Dalam kasus ini, Antonio merupakan pihak pemberi uang dan Fuad sebagai pihak penerima uang. Sedangkan Rauf dan Darmono berperan sebagai perantara suap. Rauf merupakan perantara uang dari pihak Fuad sebagai penerima suap, sementara Darmono merupakan perantara dari pihak Antonio sebagai pemberi suap.(kps)