Iklan

May 9, 2017, 06:57 WIB
Last Updated 2021-01-21T12:41:46Z
Pemerintahan

Komisi I Deprov Sulut Gelar Hearing Persoalan Hutan Tinoor

Jurnal, Manado - Masalah dugaan pengrusakan alam di wilayah seputar Kelurahan Tinoor dan Desa Warembungan bergulir di gedung cengkih. 


Kekhawatiran warga tersebut mencuat dalam hearing bersama dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut), Selasa (9/5) , di ruang rapat 1 kantor dewan Sulut. Tim Forum Masayarakat Tinoor (Formator) yang datang ke dewan provinsi (Deprov) mewakili seluruh warga bersih keras agar pemerintah menyelesaikan persoalan lahan hutan tersebut. “Kami di sini datang dalam kepentingan banyak orang yakni supaya hutan bisa diwarisi sampai kepada anak cucu. Jangan sampai sebentar terjadi bencana seperti banjir, longsor dan krisis air terjadi kepada kita di Manado,” tegas tim Formator yang terdiri dari Aldrin Nangka SIP, Stevano Purukan STh, Rudy Marentek, Rolly Toreh SH, Lucky Sondak SH, Lucky Purukan, Drs Joel Kaparang, Decky Rindengan dan Ferly Gerungan SPd. 

Nangka mengatakan, di lokasi sekarang ini telah ada perombakan hutan dengan menggunakan alat berat. Menurutnya, tanah-tanah di kawasan tersebut tidak bisa dibuat sertifikat namun sekarang ini oknum yang membongkar tempat tersebut mengaku telah memiliki sertifikat. “Pak Berty  Sumalata sudah memilik sertifikat. Sampai saat ini pembongkarannya sudah di tanah-tanah Pasini. Prinsipinya apa yang dilakukan mereka adalah tindakan pengrusakan hutan yang diatur dalam undang-undang 18 tahun 2013,” ucap Nangka. 

“Masyarakat itu kalau mau tebang satu pohon saja polisi hutan sudah datang tanya-tanya. Sementara ini sudah ada perombakan hutan besar kenapa dibiarkan,” sambungnya. 


Dalam tuntutan, mereka pula meminta agar menindak tegas setiap orang yang melakukan pembalakan liar, penebangan pohon dengan menggunakan alat berat. Mereka pula mendesak supaya bisa diusut tuntas, baik di Kota Tomohon maupun Kabupaten Minahasa saat itu yang diduga telah ada penerbitan sertifikat hak milik secara sepihak. “Hutan yang terindikasikan disalahgunakan sudah sekitar 120 hektare. Itu kan ada wilayah Tomohon tapi juga Minahasa. Persoalannya yang mengolahnya dari warga Tinoor. Perombak hutan itu orang-orangnya dari Warembungan,” kata Rolly Toreh. 

“Di situ hutan produksi terbatas, dahulunya hutan serba guna. Ini kan masih termasuk hutan negara. Cuma yang sangat ganjal kenapa ada alat milik provinsi yang masuk ke sana,” sambungnya.  


Kepala Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Sulut, Hery Rotinsulu menegaskan, kalau pembalakan hutan liar masih terus terjadi maka Kota Manado bisa terkena banjir. Makanya menurut dia, perlu adanya audit lagi baik warga Tinoor dan Warembungan. “Uji semua surat-surat sah atau tidak. Barangkali sertifikat-sertifikat ini  tidak sah, begitu pula AJB (Akta Jual Beli) dari kelurahan dan surat-surat data dari tim Formator,” katanya.


Anggota Komisi I DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk menanggapi kritis persoalan ini. Ia menilai ada permainan yang  melibatkan Badan Pertanahan Negara (BPN). “Kenapa sampai pengurusan begitu cepat? Saya pikir kalau dari pertanahan punya peta, titik koordinatnya sudah bisa ketahuan. Kawasan itu tidak bisa dijadikan sertifikat karena hutan. Kalau begitu cepat dalam pengurusan maka saya juga berpendapat BPN terlibat di dalamnya,” pungkas politisi PDIP ini. 

“Pemerintah kecamatan, kepolisian dan kelurahan juga tidak tegas karena hanya menenangkan massa tapi tidak memanggil penggarap yang masih beraktifitas, sementara sudah ada keputusan untuk menghentikan aktifitas di lokasi tersebut,” tambah dia. 


Wakil Ketua DPRD Sulut, Wenny Lumentut menegaskan, masyarakat bisa memenangkan persoalan ini kalau memang benar. Walaupun sudah mempunyai oknum-oknum penggarap hutan itu telah memiliki sertifikat tapi legal standingnya tidak ada maka tidak berguna. “Kalau sudah digugat di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) semua masalah kecurigaan itu pasti keluar,” ucap politisi Gerindra itu. 
Ketua Komisi I DPRD Sulut, Ferdinand Mewengkang yang memimpin jalannya hearing tersebut menyampaikan kesimpulan. Pihaknya akan melakukan peninjauan di lokasi kejadian. “Penindakan tegas harus dilakukan pemerintah. Bagaimana mungkin ada penghentian sementara aktifitas di sana tapi mereka tidak berhenti. Harus tegas. Ini wilayah kita kenapa ragu. Aparat juga jangan setengah-setengah,” papar dia. 

“Jadi ini harus mengikuti mekansime. Proses hukum silahkan jalan karena ini (dewan) bukan lembaga eksekutor. Kita masih akan lanjut dengan turun lapangan ke lokasi persoalan,” kunci Mewengkang. (bin)