Iklan

May 9, 2017, 06:18 WIB
Last Updated 2021-01-21T13:25:33Z
Politik

Lintang Sorot Pihak Rumah Sakit Terkait Kematian Ibu dan Bayi

Jurnal, Manado-Dugaan kelalaian medis atas insiden meninggalnya ibu dan bayi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUP) Prof Dr Kandou, langsung menghebohkan warga Kawanua. Peristiwa yang sangat memiriskan ini langsung disoroti legislator gedung cengkih.

Kejadian yang telah mencoreng citra pelayanan rumah sakit tersebut, mendapat tanggapan kritis personil Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut, Meiva Lintang STh. Ia mengatakan, kondisi ini sudah sangat memiriskan karena sudah berulang terjadi di rumah sakit tersebut. “Sangat disayangkan rumah sakit seperti ini kemudian masih ada ibu meninggal. Paling tidak kan kasus seperti ini harusnya hanya bisa terjadi di puskesmas-puskesmas. Kan kita sudah mampu mendeteksi,” katanya. 

“Saya tidak tahu ibunya penyakit apa. Tapi setidaknya kasus ini ada di antaranya yang bisa diselamatkan. Ibu atau bayi,” pungkas Lintang. 

Terpisah dalam konfrensi pers, Selasa (9/5) ,  pimpinan RSUP Kandou langsung memberikan penjelasan. Direktur Utama (Dirut) dr Maxi Rondonuwu DHSM MARS menepis kabar adanya pembiaran dari pihak rumah sakit. “ Awal mereka masuk tidak ada komplain dari segi penanganan di Irina D sampai perawatan di ICU. Persoalannya kan hanya ada pada waktu operasi itu. Dokter bilang minggu depannya akan dilakukan operasi, dokter tidak bilang hari Rabu (pekan lalu, red). Ini operasi yang selektif dan direncanakan. Ini kan pasiennya sudah stabil dan teratasi hanya saja dokter menginginkan kalau boleh bayi ini mendekati cukup bulan karena saat masul, bayi ini baru mendekati 8 bulan. Atau mendekati 37 minggu  makanya supaya lahirnya baik harus waktunya harus cukup,” jelas Rondonuwu. 

Lanjutnya, di hari Kamis pekan lalu sudah diadakan persiapan operasi dengan melakukan konsultasi dengan dokter. Saat dokter periksa, disampaikan akan melakukan operasi hari Senin. “Jadwalnya pun sudah ada tempatnya di bedah centra. Tapi Jumat malam itu dia terserang eklampsia kemudian ada kejang, hipertensi, turun kesadaran dan dibawa ke ICU,” katanya. 
“Di  ICU dua hari ditangani tapi kemudian meninggal. Jadi kalau ada pembiaran tidak benar,” pungkasnya. 
Ia menambahkan, sang ibu ketika masuk pertama, sedang terkena infeksi. Dokter pun kemudian memberikan antibiotik paling mahal tidak masuk dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).  “Tidak diminta uang. Kemudian kemarin itu karena kondisi sudah stabil, dokter mengatakan akan dioperasi,  bayinya juga akan mendekati cukup bulan. Dalam perjalanan persiapan operasi itu kemudian ditemukan ada massa  di bagian bawahnya itu diduga tumor. Di konsultlah ke bedah,” pungkasnya. 
“Saat itu dia sudah stabil tapi Senin tengah malam dia dapat eklampsia. Tidak ada pembiaran. Kalau menempuh jalur hukum itu hak warga negara,” kuncinya. 

Diketahui sebelumnya, Ibu Rumah Tangga (IRT) Hesty Toweka (31), warga Tobelo, yang tengah mengandung delapan bulan, setelah dirujuk ke RSUP Kandou justru ikut meregang nyawa bersama buah hatinya, Senin (8/5). Pihak keluarga mengatakan jadwal operasi yang sudah disampaikan dokter tidak ditindakalanjuti sebagaimana mestinya. (bin)