Jurnalmanado.com - Tak hanya
menyisakan duka, kematian Li Wenliang, dokter sekaligus whistleblower yang
menyebarkan informasi tentang virus corona di awal kemunculan juga turut memicu
kritik hingga amarah publik China.
Sebab, kematian Li sempat
membingungkan masyarakat setelah media pemerintah China menyatakan dirinya
sudah meninggal. Namun, tak lama kemudian mengonfirmasi bahwa laki-laki 34
tahun itu masih hidup meski dalam kondisi kritis.
Kekeliruan pemberitaan kondisi Li
itu semakin memicu amarah publik China yang menganggap pria tersebut sebagai
pahlawan.
Sebab, Li merupakan salah satu
dokter yang berupaya memperingatkan masyarakat bahkan pemerintah terkait
potensi merebaknya virus "serupa SARS" melalui media sosial pada
Desember 2019 lalu.
Alih-alih diapresiasi, Li bersama
tujuh dokter lainnya dihukum oleh kepolisian Wuhan karena membocorkan informasi
virus corona virus di media sosial.
Mahkamah Agung China pada Januari
lalu mengkritik kepolisian Wuhan atas hukuman yang diterima Li dan
kolega-koleganya itu. Menurut MA China, penyebaran virus corona bisa
diminimalisir jika masyarakat percaya pada informasi yang diberikan Li saat
itu.
Li meninggal setelah tertular
virus corona dari pasien sendiri. Ia sempat diperiksa oleh petugas medis
kemudian dipanggil oleh polisi Wuhan untuk menandatangani surat peringatan
berisi tuduhan bahwa dirinya telah "menyebarkan desas-desus online"
dan "mengganggu ketertiban sosial".
Li kemudian mulai mendapat
perawatan medis pada 12 Januari lalu dan dipastikan terinfeksi virus corona
pada 1 Februari.
Kabar kematian Li mulai beredar
di media sosial sekitar pukul 22.00
malam waktu Wuhan pada Kamis (6/2). Rumor itu mendorong banyak ucapan duka
sekaligus amarah netizen China yang sebagian besar melihat hidup Li sangat
tragis lantaran tertular virus yang ia pernah peringatkan sendiri risiko
penyebarannya.
Empat puluh menit setelahnya,
tabloid pemerintah China, Global Times, mengumumkan bahwa Li telah
menghembuskan napas terakhir. Tak lama, koran pemerintah Peole's Daily juga
mengonfirmasi kematian Li melalui kicauan di Twitter.
Sekitar pukul 23.30 waktu Wuhan,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengucapkan belasungkawa terhadap kematian Li
di akun Twitter. Namun, badan kesehatan dunia itu tak lama menghapus kicauannya
tersebut.
Dilansir CNN, WHO kemudian
mengunggah kicauan lagi berisikan klarifikasi. Badan itu mengaku tidak memiliki
informasi terkait kondisi Li dan hanya merespons pertanyaan dalam sebuah jumpa
pers.
Pada Jumat (7/2) sekitar pukul
12.38 dini hari, Wuhan Central Hospital merilis pernyataan yang mengatakan bahwa
Li masih hidup, tapi dalam kondisi kritis.
Pihak rumah sakit juga menuturkan
tengah berusaha membuat kondisi sang dokter stabil kembali.
Tak jauh dari pernyataan rumah
sakit, People's Daily dan Global Times menghapus kicauan mereka di Twitter yang
melaporkan kematian Li.
Sesaat sebelum waktu menunjukkan
pukul 01.00 dini hari, Global Times mengatakan bahwa Li masih dalam perawatan
darurat melalui akun Twitter resmi mereka.
"Wartawan di rumah sakit
mendengar orang-orang menangis di dalam ICU," bunyi laporan tabloid
tersebut.
Global Times mengatakan jantung
Li berhenti berdetak sekitar pukul 21.30 malam pada Kamis.
Sekitar pukul 02.00 pagi pada
hari Jumat, gelombang emosi dari warga China terus menjamur di media sosial.
Ungkapan "kami ingin kebebasan berbicara" terus menjadi tren di
Weibo, sebuah platform media sosial seperti Twitter buatan Beijing.
Namun, Weibo tak lama menyensor
ungkapan-ungkapan tersebut. Tak mau kalah, pengguna Weibo langsung membuat
tagar baru yakni "saya ingin kebebasan berbicara" yang dengan cepat
menarik hampir 2 juta kicauan.
Pada Jumat sekitar pukul 03.48
pagi, Wuhan Central Hospital mengumumkan bahwa Li meninggal pada dini hari
pukul 02.58 setelah tim medis berupaya menyadarkannya.
"Kami menyatakan penyesalan
dan belasungkawa yang mendalam," bunyi unggahan rumah sakit itu di Weibo
seperti dilansir CNN.
Pada Jumat pagi, media lokal
China mulai mengonfirmasi kematian Li.(cnn/jmc)