Jurnal Manado - Hasil perhitungan cepat Pilwako Manado pada Rabu 9 Desember menunjukkan AA-RS berhasil meraih 39,1 persen suara disusul PAHAM 27,1 persen, Mor-HJP 23,3 persen dan terakhir SSK-SS 10,5 persen.
Menariknya, ada sebuah fenomena yang sempat ramai dibicarakan sebelum pilkada digelar, yaitu terkait lembaga survei yang merilis hasilnya.
Untuk Pilkada Manado, seminggu sebelum pertarungan dilaksanakan, publik sempat dibuat bingung dengan realese berbeda yang disampaikan dua lembaga yang mengekspose hasil kerjanya.
Pertama, Indo Barometer. Lembaga survei nasional yang dipimpin Muhammad Qodari itu mengungkap pasangan PAHAM unggul 40,5 persen disusul 26,3 persen, 17,8 persen dan terakhir 7,5 persen, hanya sayangnya lembaga survei yang disebut-sebut terdaftar di KPU Manado ini tak berani mencantumkan nama paslon di urutan 2 hingga 4, dari hasil survei yang beredar luas, nama paslon sengaja mereka tutup. Kontrasnya, hasil survei ini disampaikan via zoom dari Jakarta dan hanya dihadiri paslon PAHAM serta timnya.
Kedua, Indonesian Observer, lembaga survey lokal pimpinan putera daerah Sulut Andre Mongdong ini lebih berani lagi, dari dua kali paparan survei mereka mengundang langsung wartawan di Hotel Formosa dan Hotel Swissbel menyampaikan kajian ilmiahnya yang mereka survei dengan memberikan hampir 40 pertanyaan berbeda pada masyarakat.
Di survei terakhir bulan November, lembaga yang sempat dinyatakan Ketua KPUD Manado Yusuf Wowor tidak terfaftar di KPU Manado itu, menyatakan AA-RS unggul 39,1 persen, posisi kedua PAHAM 24,1 persen, ketiga Mor-HJP 20,6 persen terakhir SSK 9,7 persen.
Terkait fenomena itu, Paulus Sembel pengamat politik Sulut menyebut, yang mendekati kebenaran justru survei Indonesia Observer, Lembaga Survei yang pernah mensurvei SHS, ODSK periode pertama hingga saat ini termasuk beberapa calon di Kabupaten/Kota di Sulut.
“Kalau hasil sementara sekarang, justru sangat berbanding terbalik dengan hasil Survei Lembaga Survei Nasional yang sudah sangat terkenal seperti Indo Barometer, saya kurang tau. Apakah metode atau pengambilan sampling yang salah atau tidak tepat. Apakah pertanyaannya tidak tepat, atau input data kurang akurat dll, lembaga survei tersebut yang tahu, sebab ini bicara kewibawaan suatu lembaga survei,” tegasnya.
Hal yang sama diungkap Pdt Ricky Pitoy Tafuama, STh, eks wartawan Kompas ini menyatakan survei Indonesian Observer sudah terbukti dan sangat akurat.
“Survei mereka pernah dijadikan acuan oleh SBY, untuk memberikan dukungan pada GSVL-MoR maju di pilkada Manado lalu,” paparnya.
Adri Otay, warga Ranotana saat diminta tanggapan menyebut dari awal dirinya sudah curiga pada hasil paparan Indo Barometer yang tidak dilakukan seperti biasanya secara terbuka.
“Biasanya kwa undang wartawan di sebuah tempat lalu diekspose, ini hanya zoom dihadiri calon. Kemudian yang aneh mereka tidak menyebut siapa di urutan 2 sampai 4, malah sengaja ditutup dengan coretan. Kita yakin sebenarnya AA-RS di urutan 1, kemudian dorang ganti paslon PAHAM,” ujar Otay sambil tersenyum.
Penanggungjawab Indonesian Observer, Andre Mongdong saat diminta komentarnya terkait hal itu mengatakan,
mengenai hasil survei yang mereka publikasikan, seperti yang selalu disampaikan dalam konferensi pers sebelumnya, itu sudah menjadi tanggung jawab mereka kepada publik.
“Kami hanya bekerja sesuai standar metodologi penelitian survei yang berlaku umum. Dan sesuai pengalaman kami sejak 2005, tidak pernah ada survei kami yang meleset. Sehingga saat ada survei lain yang berbeda hasil, kami tenang-tenang saja. Itu semua karena kerja tim kami baik expert analist, project manager, supervisor bahkan tim survei lapangan dari kalangan mahasiswa yang kami tahu telah bekerja profesional menjaga independensi dan integritas lembaga. Kami bangga punya team work ini,” ujar Mongdong.(*)