Jurnal,Mitra - Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT. VIola Fiber Indonesia juga dihadiri Dinas Kehutanan Provinsi Sulut, Dinas Lingkungan Hidup Mitra, Pemerintah Kecamatan Silam dan Kelompok Pencinta Alam (KPA), Senin 21/2/22 diruang Komisi 2.
Terkuak dalam RDP tersebut Pihak PT Abaka Fiber Indonesia sudah beralih tanaman Porang, Alpukat dan Jagung.
Hal tersebut disampaikan general management PT. Viola Fiber Indonesia Hamid Gusti. Dirinya mengakui Memang benar pohon pinus sebanyak 16 buah telah kami tebang, tetapi kami sudah kembali melakukan penanaman pohon." Kalau mau dibilang pengerusakan lingkungan saya tidak terima, Karena kami juga telah melakukan penanaman pohon kembali, memang komitmen awal kami pisang abaka. Kenapa kita tanam jagung disana, karena kamii mengembalikan unsur hara disana, dengan tanaman jagung, Porang agar tanah bisa subur,"ujarnya.
Sementara itu Ketua Komisi 2 Semuel Montolalu, SH mengatakan, untuk penembangan kayu Pinus seputaran kaki gunung Soputan yang lakukan oleh PT. Viola Fiber Indonesia dikarenakan kayu tersebut yang diseputaran camp mereka, mengancam keselamatan karyawan."Alasan mereka Karena takut jangan jatuh di camp mereka, maka mereka tebang. Menjadi kesalahan mereka tidak melapor, iyang seharusnya mereka wajib melapor ke instansi terkait terutama dinas kehutanan Provinsi Sulut. Karena kalau saya tidak salah ada biaya yang harus mereka stor ketika menebang pohon,"Tegas Montolalu.
Politisi partai PDI Perjuangan juga menjelaskan bahwa disaat dinas Kehutanan Provinsi Sulut memeriksa pohon yang telah mereka tebangi sebanyak 13 pohon, tetapi mereka melaporkan sebanyak 16 pohon Pinus."Kami komisi 2 DPRD Mitra nantinya akan turun lapangan bersama dinas terkait untuk mengecek langsung ke lokasi,"Jelas Montolalu.
Ditambahkanya, ada juga perubahan-perubahan dari PT. Viola Fiber Indonesia dari tanaman pisang Abaka pindah ke tanaman Porang dan jagung."Saya memintakan kepada pihak perusahaan agar segera membuat adedum kontrak untuk menanam jenis tanaman lainnya,"Tambah Montolalu.
Pada kesempatan itu juga Kepala Seksi Perencanaan UPTD KPH V Dinas Kehutan Provinsi Sulut Bernat Sabintoe mengatakan, tanaman pohon Pinus tersebut merupakan tanaman hasil rehabilitasi. Sehingga, dalam regulasi kehutanan ada ketentuan yang harus dilaksanakan pihak perusahaan."Jadi kami menunggu dari pihak perusahaan untuk menyampaikan permohonan," ucapnya.
Sabintoe membeberkan, bagimana kegiatan rehabilitasi itu memakai uang negara. Sehingga, ketika pohon Pinus di Tebang maka harus kembalikan ke negara. "Dari awal seingat saya, perusahaan hanya sebatas menentukan area batas kawasan hutan dan yang menjadi rekomendasi izin mereka. Kalau yang lainnya kami belum tahu," Pungkasnya.(hak)