Tersangka Pendonor Ginjal.(ist)
Jurnal Nasional - Salah satu sindikat
penjualan ginjal jaringan Kamboja, Hanim (41), ternyata seorang pendonor.
Hanim memutuskan mendonorkan ginjalnya karena
masalah ekonomi yang menimpanya pada 2018. Kala itu, orang tuanya tak memiliki
rumah dan usaha yang dirintisnya juga tak membuahkan hasil.
"Akhirnya saya cari-cari grup-grup donor
ginjal, saya cuma melihat postingan-postingan dari situ itu ada yang isi
postingan itu 'dibutuhkan donor ginjal A, B, AB , atau O, syaratnya ini ini
ini' setelah itu saya inbox akun yang mempostingnya," kata Hanim kepada
wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (21/7).
Pesan yang dikirim Hanim pun direspon oleh pemilik
akun. Ia kemudian mengirim sejumlah persyaratan yang diminta untuk menjadi
seorang pendonor. Setelahnya, Hanim diminta untuk ke rumah kontrakan sang
broker yang berlokasi di wilayah Bojinong Gede.
Awalnya, Hanim bakal melakukan proses
transplantasi di sebuah rumah sakit di Jakarta. Namun, kata dia, tahapan yang
harus dijalaninya cukup panjang, termasuk meminta persetujuan pihak keluarga.
"Saya gagal donor di Indonesia karena istri
saya kurang setuju, enggak mau," ucapnya.
Usai gagal, Hanim tetap menunggu di kontrakan sang
broker selama satu tahun. Hanim pun beralasan kepada sang istri bahwa dirinya
sedang mengerjakan suatu proyek.
Hingga akhirnya pada Juli 2019, Hanim berangkat ke
Kamboja dengan sang broker. Ia berangkat bersama dua calon pendonor.
Setiba di Kamboja, Hanim dijemput seorang sopir
dan diinapkan di sebuah penginapan. Di sana pula, itu dipertemukan dengan sosok
Miss Huang.
"Entah apakah dia orang China atau orang
Indonesia, saya kurang hafal ya, pokoknya namanya Miss Huang yang mengatur di
sana," ujarnya.
Hanim menceritakan di sana ia lantas menjalani
sejumlah tes kesehatan. Hasilnya, ia dan satu pendonor lainnya dinyatakan lolos.
Selanjutnya, Hanim dipertemukan dengan seseorang
asal Singapura yang bakal menjadi penerima organ ginjalnya. Sehari berselang,
operasi transplantasi ginjal pun dilakukan.
"Besoknya itu dilakukan operasi, setelah
operasi masa penyembuhan sekitar 10 hari dan saya kembali ke Indonesia, saya
istirahat di Indonesia sekitaran satu dua bulan," tutur dia.
Hanim mengungkapkan dari transplantasi
ginjal itu dirinya mendapat imbalan sebesar Rp120 juta.
Singkat cerita, Hanim dipanggil oleh si broker dan
ditawarkan untuk menjadi koordinator di Kamboja. Salah satu tugasnya, untuk
mengurus calon pendonor yang sudah berada di Kamboja.
Hanim pun setuju. Ia kemudian membawa calon
pendonor ke Kamboja antara bulan Agustus atau September. Setiba di sana, empat
calon pendonor yang dibawa Hanim lantas menjalani serangkaian tes kesehatan.
Namun, dari empat calon pendonor yang dibawa
Hanim. Hanya dua orang saja yang lolos dan akhirnya melakukan proses
transplantasi.
"Setelah kami pulang lagi ke Indonesia, kemudian
tiga mingguan saya memberangkatkan lagi sekitar enam orang, termasuk dua orang
yang di sana. Begitu terus prosesnya dikirim ke Kamboja," ucap Hanim.
Hanim menyebut istrinya tak pernah mengetahui
dirinya bekerja sebagai koordinator penjualan ginjal. Pihak keluarga, baru
mengetahui usai dirinya tertangkap oleh pihak kepolisian.
"Saya dibayar tidak tentu, malah kadang satu
bulan itu Rp5 juta, Rp7 juta. Jadi enggak tentu," katanya.
Sebelumnya, polisi menetapkan 12 orang sebagai
tersangka kasus TPPO modus penjualan organ ginjal jaringan Kamboja di Kecamatan
Tarumaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dari 12 tersangka itu, sembilan merupakan sindikat
dalam negeri, satu orang adalah sindikat luar negeri, satu pegawai Imigrasi
berinisial AH, dan satu anggota Polri berinisial Aipda M.
Untuk tersangka anggota Polri dikenakan Pasal 22
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Jo Pasal 221 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian, pegawai Imigrasi dikenakan Pasal 8
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO. Sementara 10 tersangka lainnya
dijerat Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007
tentang TPPO.
(cnn/jmc)