
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut Andry Prasmuko Saat Diwawancarai Sejumlah Wartawan. (ist) |
Jurnal Manado - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut Andry Prasmuko mengatakan, Sulut memiliki letak geografis yang strategis di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang dapat dioptimalkan sebagai Hub Perdagangan dari wilayah KTI ke Asia Pasifik.
Apalagi saat ini sulut telah ada direct call sehingga dapat memperpendek jalur perdagangan, mendorong efisiensi biaya logistik, dan pada akhirnya berkontribusi terhadap perekonomian wilayah.
“Kami memberi apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Provinsi Sulut atas berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka mendorong pembukaan direct call dari Sulut ke Asia Pasifik. Diantaranya penerbangan kargo Manado – Narita yang telah beroperasi sejak September 2020 serta pelayaran langsung Bitung – Tiongkok yang telah dibuka sejak Februari 2024,” ujar Andry saat diwawancarai pada kegiatan North Sulawesi Investment Challenge (NSIC) 2024 di Hotel Luwansa, Kamis (18/07/2024).
Di samping letak yang strategis, Sulut juga dianugerahi potensi pariwisata yang sudah diakui di kancah global.
"Kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulut memiliki kontribusi terbesar dibandingkan provinsi lainnya di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua),” ujarnya.
Sayangnya, lanjut Andry, perkembangan terakhir menunjukkan recovery rate kunjungan wisman ke Sulut pasca pandemi COVID-19 masih terbatas. Hal tersebut patut menjadi perhatian bersama seluruh pihak untuk mengakselerasi sektor pariwisata di Sulut terutama pemulihan dari sisi supply yang meliputi aspek 3A dan 2P yaitu penyediaan atraksi, amenitas, dan aksesibilitas yang didukung dengan promosi dan partisipasi pelaku usaha yang mumpuni.
Letak strategis wilayah Sulut yang diapit oleh 2 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 715 dan 716 menjadikan Sulut dianugerahi kekayaan sumber daya perikanan yang melimpah. Selain perikanan, sektor perkebunan juga berperan penting dalam menopang perekonomian wilayah terutama komoditas kelapa dan rempah-rempah, yang tersebar secara merata dari wilayah Kepulauan Nusa Utara, Minahasa Raya, dan Bolaang Mongondow Raya.
Namun demikian, nilai tambah kedua sektor tersebut belum optimal seiring dengan pemanfaatan produk yang belum dioptimalkan untuk proses hilirisasi.
“Dengan kondisi seperti ini selayaknya Sulut menjadi magnet untuk investasi,” pungkas Andry. (*postman)