
Jurnal,Mitra – Bupati Minahasa Tenggara (Mitra) Ronald Kandoli menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan main-main dalam menyelesaikan masalah aset yang belum memiliki kejelasan hukum. Salah satu aset yang menjadi perhatian adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mitra Sehat, yang hingga kini masih belum memiliki sertifikat.
Untuk mempercepat penyelesaian masalah ini, Bupati Ronald Kandoli melakukan audiensi dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Minahasa Tenggara.
Dalam pertemuan tersebut, Bupati Ronald Kandoli menegaskan pentingnya kejelasan status kepemilikan aset pemerintah daerah demi efisiensi administrasi dan kepentingan pembangunan.
“Kami ingin semua aset yang tercatat sebagai milik Pemkab memiliki dasar hukum yang jelas. Ini bukan hanya demi tertib administrasi, tetapi juga sebagai upaya untuk menjawab sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI,” ujar Bupati Ronald Kandoli, Senin (17/3/2025).
Ditambahkan Bupati RK, sapaan akrab politisi PDIP ini bahwa dengan kepemilikan aset yang legal dan bersertifikat, pemerintah daerah akan lebih mudah dalam melakukan koordinasi ke pemerintah pusat.
Hal ini diharapkan dapat mempercepat realisasi berbagai program pembangunan, terutama dalam sektor kesehatan dan infrastruktur.
Masalah aset yang belum bersertifikat, khususnya tanah milik pemerintah daerah, memang kerap menjadi kendala dalam perencanaan anggaran dan pengajuan bantuan dari pusat. Tanpa kejelasan kepemilikan, banyak program pembangunan yang sulit dieksekusi karena terbentur regulasi. Oleh karena itu, Pemkab Mitra terus berupaya menyelesaikan persoalan ini dengan menggandeng BPN.
Selain RSUD Mitra Sehat, pemerintah daerah juga tengah menginventarisasi aset lain yang belum memiliki sertifikat resmi. Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang Pemkab untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara berharap kerja sama dengan BPN dapat mempercepat proses sertifikasi aset, sehingga tidak ada lagi permasalahan hukum yang menghambat pembangunan di daerah. (hak)