Iklan

October 30, 2025, 15:01 WIB
Last Updated 2025-10-30T22:01:13Z
DinamikaEkonomiHukrimManadoNasionalUtama

Utang Whoosh Mencekik, Arah Pemerintah Tak Searah: Presiden Prabowo Turun Tangan, Menkeu Menolak, dan Isu Mark-up Mengancam


Jurnal Jakarta – Beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) yang membengkak hingga Rp116 triliun telah memaksa Presiden Prabowo Subianto turun gunung. Ia memerintahkan jajaran menteri dan eksekutif BUMN untuk mencari jalan keluar. Namun, upaya penyelamatan keuangan proyek strategis ini terancam oleh ketidaksepahaman di internal kabinet dan bayang-bayang dugaan korupsi.
Arahan langsung dari Presiden Prabowo muncul setelah rapat terbatas di Istana pada Rabu (29/10/2025). Pertemuan itu dihadiri oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan CEO holding BUMN Danantara, Rosan Roeslani. Mereka ditugaskan untuk mengkaji ulang detail pembiayaan dan mencari solusi terbaik.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, sehari setelah rapat, menjelaskan bahwa pemerintah sedang menginventarisasi opsi-opsi penyelesaian. "Pemerintah sedang mencari skema yang paling optimal, termasuk perhitungan-perhitungan angkanya, dan kemungkinan meminta kelonggaran dari sisi waktu pembayaran utang," jelas Prasetyo.
Namun, di tengah pencarian solusi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan sikap kerasnya. Dalam acara daring pada Jumat (10/10/2025), ia menolak kemungkinan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menanggung utang Whoosh. Purbaya berdalih, Danantara, sebagai superholding BUMN, seharusnya mampu menyelesaikan masalah ini secara mandiri. "Sejak Danantara terbentuk, mereka seharusnya mengelola dari dividen yang rata-rata di atas Rp80 triliun per tahun," ujarnya, menyiratkan bahwa utang tersebut menjadi tanggung jawab BUMN terkait.
Penegasan Purbaya ini menciptakan friksi internal, terutama karena Danantara diketahui sedang berupaya mencari cara untuk meringankan beban, yang sempat memunculkan spekulasi akan adanya bantuan APBN.
Situasi makin keruh setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengeluarkan pernyataan mengejutkan pada 14 Oktober 2025. Dalam video di kanal YouTube pribadinya, Mahfud menuding adanya dugaan mark-up yang sangat besar dalam proyek Whoosh. Mahfud membandingkan biaya per kilometer proyek di Indonesia, yang disebutnya mencapai 52 juta dolar AS, tiga kali lipat lebih mahal dari biaya serupa di Tiongkok. "Naik tiga kali lipat, uangnya ke mana?" sindir Mahfud, memicu desakan publik agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini.
Kombinasi antara beban utang yang menggunung, perbedaan pendapat di internal kabinet, dan tudingan korupsi yang serius, menempatkan pemerintahan Presiden Prabowo dalam posisi sulit. Meski Mensesneg Prasetyo menyebut pemerintah juga sedang berupaya memperbaiki transportasi publik secara menyeluruh, krisis keuangan Whoosh tetap menjadi sorotan utama. Masyarakat menuntut transparansi dan pertanggungjawaban, sementara pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk menyelesaikan persoalan ini tanpa harus mengorbankan keuangan negara.
(*)