
Jurnal,Manado – Dikatakan Wakil Ketua Umum Partai
Gerindra, Fadli Zon, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang telah
berlangsung selama 10 tahun belakangan lebih banyak mudharat ketimbang
manfaatnya.
Dilihat dari biaya yang mahal dan
hanya melibatkan orang – orang berkantong tebal dan didukung para cukong.
"Negara-negara yang paling
demokratis seperti Amerika saja melaksanakan pemilihan tidak langsung. Inggris
menggunakan demokrasi perwakilan, dan yang memilih adalah partai
mayoritas," ujar Fadli dalam diskusi 'Pilkada Buat Siapa' di Jakarta,
Sabtu 13 September 2014.
Dengan pelaksanaan pilkada tak
langsung, menurut Fadli, akan menghemat anggaran negara.
"Kalau pilkada langsung,
satu pilkada menghabiskan Rp15 miliar. Tapi kalau lewat DPRD, tidak perlu ada
biaya, cukup menggelar rapat dan musyawarah. Ini sistem sudah berlaku di
seluruh dunia," ungkap Fadli, yang juga pimpinan Koalisi Merah Putih
pendukung RUU Pilkada, yang akan mengharuskan pemilihan kepala daerah
diserahkan kepada DPRD setempat ketimbang lewat partisipasi rakyat secara
langsung.
Pandangan lain disampaikan anggota
Panitia Kerja RUU Pilkada dari Fraksi PDIP, Rahadi Zakaria. Menurut dia, tidak
elok jika seorang kepala daerah dipilih oleh mitra kerjanya sendiri.
"Suka atau tidak suka, DPRD
adalah unsur penyelenggara pemerintahan dan mitra dari eksekutif. Apakah
mungkin pemerintahan daerah yang memilih adalah mitranya," tukas dia.
Terkait anggapan pilkada langsung
lebih banyak mudharatnya, Rahadi mengatakan hal itu tidak bisa dijadikan alasan
untuk menggelar pilkada melalui DPRD.
"Semua tergantung kita ingin
melakukan penghematan dan mengeluarkan biaya berapa. Korupsi itu terjadi karena
ada niat peluang," tegasnya.
Dengan penyelenggaraan pilkada
secara langsung, kata dia, demokrasi di Indonesia sudah berkembang. Sebab,
proses pemilihan yang tadinya melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat dan DPRD,
akhirnya langsung diberikan kepada rakyat.
"Mulai dari desa saja sudah
ada demokrasi langsung."(***)