

“PDIP belum menentukan sikap soal
kenaikan harga BBM. Saya justru menyesalkan sikap JK lebih nafsu daripada
presidennya saya lihat. Harus clear dulu
lah," kata Effendi di gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Selasa (4/11/2014).
Menurutnya, maslah utama ada pada
pengelolaan energy bukan pada harganya. Misalnya pemerintah menggalakkan
penggunaan energi alternatif seperti gas, bukan justru sibuk mengurusi program
jaminan sosial sebagai kompensasi kenaikan harga BBM.
"Kita belum punya diversifikasi energi, kok energi tidak ditangani? Kok yang diurusi masalah penanganan masalah jaring pengamanan sosial? Sementara harga keekonomian dicapai, akhirnya kita meliberalisasi komoditas. Siapa yang diuntungkan?" tegasnya.
Effendi menilai, saat ini pemerintah masih mampu membiayai subsidi. Dalam APBN-P 2014, pemerintah punya bantalan untuk program sosial sebesar Rp 5 triliun.
"Bantalan fiskal untuk program itu masih bisa. Kok begitu semangatnya meliberalkan harga komoditas?" tuturnya.
Seharusnya, tambah Effendi, pemerintah memperbaiki tata niaga energi nasional. Selama 10 tahun terakhir, dia menilai belum ada perbaikan.
"Benahi dulu tata niaganya. Oktan murah kasih mereka yang tidak mampu, Bajaj, motor. Sedangkan 2.000 cc ke atas, seharusnya ada diversifikasi. Kita berkutat di situ terus. Saya 10 di Komisi VII, itu terus," jelasnya.(dtc/jmc)
"Kita belum punya diversifikasi energi, kok energi tidak ditangani? Kok yang diurusi masalah penanganan masalah jaring pengamanan sosial? Sementara harga keekonomian dicapai, akhirnya kita meliberalisasi komoditas. Siapa yang diuntungkan?" tegasnya.
Effendi menilai, saat ini pemerintah masih mampu membiayai subsidi. Dalam APBN-P 2014, pemerintah punya bantalan untuk program sosial sebesar Rp 5 triliun.
"Bantalan fiskal untuk program itu masih bisa. Kok begitu semangatnya meliberalkan harga komoditas?" tuturnya.
Seharusnya, tambah Effendi, pemerintah memperbaiki tata niaga energi nasional. Selama 10 tahun terakhir, dia menilai belum ada perbaikan.
"Benahi dulu tata niaganya. Oktan murah kasih mereka yang tidak mampu, Bajaj, motor. Sedangkan 2.000 cc ke atas, seharusnya ada diversifikasi. Kita berkutat di situ terus. Saya 10 di Komisi VII, itu terus," jelasnya.(dtc/jmc)