JurnalManado - Usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia memiliki peranan penting dan krusial dalam menggerakkan perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.
Sebelumnya, kondisi UMKM lokal sempat menurun pada dua tahun pertama pandemi Covid-19 yakni di tahun 2020-2021. Berdasarkan survei dari UNDP dan LPEM UI yang melibatkan 1.180 responden para pelaku UMKM diperoleh hasil bahwa pada masa itu lebih dari 48% UMKM mengalami masalah bahan baku, 77% pendapatannya menurun, 88% UMKM mengalami penurunan permintaan produk, dan bahkan 97% UMKM mengalami penurunan nilai aset.
Selain terdampak pandemi Covid-19, UMKM juga dihadapkan dengan berbagai tantangan. Beberapa tantangan tersebut diantaranya adalah kesulitan permodalan, kesulitan dalam perizinan, kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, kesulitan untuk memasarkan produk, pengelolaan keuangan yang tidak efisien, kurangnya inovasi, dan masih banyak lainnya.
Untuk menjawab tantangan itu, Pemerintah melalui berbagai kementerian K/L telah menjalankan sejumlah program dukungan UMKM, diantaranya yaitu Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan implementasi UU Cipta Kerja dan aturan turunannya.
Program PEN sendiri mencakup program Dukungan UMKM, di antaranya di bidang pembiayaan KUR pada masa pandemi, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), Subsidi Bunga/Margin Non-KUR, Penempatan Dana/Penempatan Uang Negara, Penjaminan Kredit UMKM, Pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM, Pajak Penghasilan Final (PPh) UMKM Ditanggung Pemerintah, serta Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung dan Nelayan (BTPKLWN).
Untuk mendorong penjualan produk UMKM pemerintah telah menjalankan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan mendorong Digitalisasi pemasaran UMKM. Selain program pemberdayaan UMKM dijalankan pemerintah pihak swasta, BUMN dan BI juga gencar dalam mendukung upaya untuk memajukan UMKM di Indonesia.
Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada 2020 terdapat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia belum memiliki akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank.
Hambatan pembiayaan yang dialami UMKM menjadi landasan bagi Pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas pembiayaan lainnya, antara lain melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), Mekaar PNM, Bank Wakaf Mikro, Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Skema pembiayaan ini dapat diakses UMKM sesuai kelasnya seiring dengan berkembangnya tingkat bisnis UMKM. Sejak Januari 2022, skema KUR terdiri dari KUR Super Mikro, KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus, dan KUR PMI. Khusus untuk KUR Super Mikro dan KUR Mikro tidak diperlukan agunan tambahan.
Perkembangan Kredit UMKM sendiri terus meningkat dan NPL terus terjaga stabil. Kredit UMKM terus meningkat hingga mencapai Rp1.275,03 triliun atau tumbuh 16,75% (yoy). NPL tetap terjaga pada kisaran 4%, di mana posisi terakhir pada April 2022 NPL tercatat mencapai 4,38%, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang berada di 4,41%. Untuk di Provinsi Sulawesi Utara, per 30 November 2022, jumlah debitur KUR adalah 61.184 debitur dengan total penyaluran 2,5 triliun rupiah.
Meskipun sudah banyak program dukungan terhadap UMKM, namun dukungan dan kerjasama serta kolaborasi dalam membangun UMKM masih perlu terus ditingkatkan. Sebagaimana arahan Menteri Keuangan yang meminta agar seluruh unit dalam Kementerian Keuangan termasuk Ditjen Perbendaharaan dapat berperan secara aktif dalam pemberdayaan UMKM, untuk itu dengan semangat Kemenkeu Satu untuk UMKM, kami menyelenggarakan Seminar dan Bazar UMKM Tahun 2022 dengan tema “UMKM Financing Empowerement (U-FinE) DJPb Menwujudkan Pelaku UMKM Sulut HEBAT” yang berisi pemaparan materi tentang pengenalan DIGIPAY, Lelang UMKM, Sertifikasi Halal, dan pelatihan kredit program. Seminar tersebut memiliki tujuan mendorong inklusi keuangan UMKM serta mendorong debitur KUR dan Pembiayaan UMi untuk naik kelas.
Debitur KUR atau Pembiayaan Umi naik kelas tidak diartikan sebagai debitur yang memiliki pinjaman yang semakin besar. Pengertian Debitur yang naik kelas adalah UMKM yang usahanya semakin berkembang yang diiringi dengan meningkatnya produktivitas, daya saing meningkat. sehingga berpotensi mencapai omset yang lebih tinggi. Dari usaha mikro tumbuh menjadi usaha kecil, kemudian meningkat menjadi usaha menengah dan hingga akhirnya bisa menjadi besar.
Melalui program U-FinE, diharapkan Kanwil DJPB dapat berperan lebih aktif dalam membantu UMKM yang masih kesulitan untuk mendapatkan akses perbankan. Peran aktif Kanwil DJPB ini bukan semata mata hanya mendorong UMKM untuk mendapatkan pembiayaan, namun juga memastikan bahwa pelaksanaan anggaran terkait pengembangan UMKM telah dilaksanakan secara efektif dan efisien serta kredit program yang telah disalurkan pemerintah telah memberikan dampak yang cukup signifikan.(tino)